SKJENIUS.COM, Jakarta.-- Kehidupan sebuah bangsa tidak mungkin dilepaskan dari identitasnya.
Identitas hidup bangsa Indonesia yang mewarisi Kebudayaan Luhur Nusantara
adalah spiritualitas yaitu Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mewujud dalam
praktek beserta motivasi-motivasi yang mendorong terwujudnya kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat Indonesia.
Spiritualitas tidak hanya beroperasi pada
tataran kepercayaan, ritual-ritual ataupun rumusan-rumusan dogma serta
nilai-nilai etis, namun lebih jauh dan lebih kongkret termanifestasi dalam cara
hidup.
Namun sayangnya, beelakangan ini minat
masyarakat terhadap spiritualitas sangatlah rendah. Padahal, pemahaman
spiritual dan minat terhadap hal-hal di luar diri sangat berperan dalam hidup
dan kehidupan manusia.
Sebagian besar rakyat Indonesia di zaman now
yang serba canggih atau apa yang disebut manusia modern, telah mengalami
disorientasi. Banyak di antara mereka yang kehilangan arah. Mereka menjadikan
dunia sebagai tujuan hidup. Akibatnya, masa hidupnya tertumpu pada kehidupan
dunia semata.
Sehingga mereka mengabaikan aspek spiritual
dalam kehidupan dan perekonomian, bahkan dalam sistem pendidikan. Hal ini
terjadi antara lain karena pengaruh sekularisasi dan juga pengaruh
filsafat pragmatis yang sudah cukup lama masuk ke jiwa mereka.
Bangsa Indonesia memang dikenal sebagai bangsa
yang religius.
Terbukti mulai dari banyaknya tempat ibadah yang tersebar di seluruh penjuru
Indonesia. Bahkan dasar negaranya pun sangat menjunjung Ketuhanan.
Tetapi, coba kita perhatikan bagaimana keadaan
jiwa-jiwa bangsa ini. Mengapa masih banyak korupsi terjadi. Mengapa demikian
teganya seorang Pejabat Menteri atau Ketua Partai mengkorup uang rakyat?
Mengapa banyak warga negara dari pejabat sampai rakyat kecil masih ada yang
mencuri? Mengapa agama malah dijadikan sebagai alat politik?
Apakah bangsa ini kurang taat beribadah? Apakah
bangsa ini kurang rajin dalam melaksanakan hari raya keagamaan? Tidak. Lalu,
Apa yang salah dengan negeri kita?
Hal ini karena seringkali masyarakat hanya berfokus pada aspek religius saja tanpa diperkaya dengan pemahaman spiritual yang kuat. Akibatnya ada orang yang rajin beribadah tetapi tidak dapat mengontrol pikiran, perkataan dan perbuatannya.
Mengapa? Karena, mungkin saja mereka berpikir
dengan melakukan ibadah dengan rajin, maka dosa-dosa orang tersebut akan lenyap
seketika. Sehingga ia dapat melakukan dosa lagi, kalau sudah banyak tinggal
ibadah aja lagi, nanti ke hapus kok?
Merajut Spiritualitas dengan Religiusitas Sebagai Basis Pembedayaan Masyarakat
Jadi, Pemahaman Spiritualitas Masyarakat
pada umumnya masih rancu, sehingga campur aduk antara Religius dan Spiritual. Karena
itulah mereka tidak sanggup merangkumkan antara perjumpaan dengan Allah dan
karya nyata dalam keterlibatan sosial. Kalaupun satu diantaranya dipilih,
keduanya masih dilihat berdiri sendiri dan tidak dihubungkan dalam pemberdayaan
spiritualitas kepada fungsi transformatifnya.
Karena itulah, perlu kita apresiasi Spiritual Movement dan Visi Transformatif Komunitas
GEN-Z. Melalui konten NGOPI, Ngobrol Spiritual Bareng Aby, GEN-Z
Entertainment berupaya berbagi pandangan tentang Religiusitas dan Spiritualitas
dan peran pentingnya dalam Pemberdayaan Masyarakat dan Memicu Kemajuan Bangsa.
Disadari atau tidak, masih banyak dari kita
yang belum bisa membedakan antara orang yang "religius" dan
orang yang "spiritual". Bahkan terkadang kata religius
menggantikan kata sipiritual ataupun sebaliknya dalam pemahaman sehari-hari. Padaha,
jika kita perhatikan lebih mendalam sebenarnya kedua kalimat tersebut memiliki
perbedaan.
Menurut KBBI, Spiritual berhubungan
dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin) sedangkan Religi
adalah kepercayaan kepada Tuhan; kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati
di atas manusia; kepercayaan (animisme, dinamisme); agama.
Dapat disimpulkan bahwa spiritual fokusnya
lebih ke Jiwa/Rohani seseorang. Sedangkan religi fokusnya lebih ke Kepercayaan/Agama.
Jadi, Orang yang Religius adalah orang
yang agamis, rajin ibadah, terkadang dari penampilannya terlihat (sengaja
diperlihatkan), menampilkan simbol-simbol agama.
Sementara Spiritualis adalah orang yang baik,
bukan hanya dalam menjalankan perintah agama saja, atau di tempat ibadah saja,
tetapi ia baik dimanapun ia berada.
Secara logis, agama adalah serangkaian ritual
yang sudah baku dan tidak bisa keluar dari yang aturan yang sudah dibakukan
itu. Sedangkan spiritual adalah perasaan dan penghayatan akan sisi-sisi
ketuhanan atau sesuatu yang dianggap berkuasa diluar kuasa manusia. Jadi orang beragama
dengan taat belum tentu mempunyai pengalaman spiritual, sebaliknya
orang yang tidak beragama, belum tentu juga tidak pernah merasakan adanya
sifat-sifat tuhan yang ada dalam kehidupannya.
Tapi jika kita mempelajari beberapa agama yang
ada, maka, tidak bisa juga dipungkiri bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan
bagaimana menghubungkan antara pengalaman spiritual dalam bingkai
ritual keagamaan. Ritual keagamaan ini dimaksudkan untuk memuja dan
menghadirkan spiritual (ketuhanan). Sehingga, jika ada
seseorang yang melaksanakan ritual agama, tanpa menghadirkan ketuhanan dalam
ritualnya, berarti orang tersebut memisahkan antara ritual keagamaannya dengan
sisi-sisi ketuhanan yang seharusnya dihadirkan.
Bisa jadi orang yang taat beragama, namun tidak
mengenal
Tuhannya, karena dalam pelaksaan ritual keagamaannya tidak
menghayati, sehingga dia tidak mampu menghadirkan/merasakan sisi-sisi
spiritual (ketuhanan).
Spiritual
Movement : Menelisik Visi Transformatif Komunitas GEN-Z
Berbicara tentang Spiritualitas, maka menarik
bagi kita untuk Menelisik Visi Transformatif yang diusung oleh Komunitas GEN-Z.
Fenomena komunitas Komunitas GEN-Z merupakan gerakan spiritualitas baru dalam
dinamika kehidupan beragama di Indonesia. Beberapa poin yang perlu kita cermati
adalah latar belakang kelahiran dan perkembangan Komunitas GEN-Z, ajaran, dan
visi transformatifnya dalam ruang publik.
Komunitas GEN-Z mengajak umat, terutama
kalangan Millenial dan Generasi Z untuk Merajut Spiritualitas Transformatif dengan
Kearifan Lokal Menjadi Solusi Bangsa Menyikapi Berbagai Problematika Masyarakat
dan Krisis Kemanusian Modern. Komunitas GEN-Z berpandangan bahwa mencuatnya berbagai persoalan bangsa, kemiskinan,
pengangguran dan isu lingkungan, mestinya tidak boleh sekadar bahan pembicaraan
di seminar-seminar, Simposium ataupun Rapat Kerja, melainkan dijadikan sebagai
momentum Titik Balik (turning
point) pembuka jalan ke arah persoalan yang lebih substantif: menyadari
pentingnya basis
spiritualitas kemajuan bangsa.
Dengan demikian dapatlah dikatakan, Komunitas
GEN-Z merupakan bagian dari Gerakan Zaman Baru ( New Age Movement ) di
tengah memudarnya kepercayaan sebagaian kaula muda terhadap agama
formal yang dianggap gagal dalam mengatasi krisis kemanusian modern. Komunitas
GEN-Z merupakan gerakan spiritualitas baru yang berupaya membangkitkan roh dari
semua agama agar berperan dalam mengatasi masalah sosial di masyarakat.
Gerakan ini tidak berambisi untuk mendirikan
institusi baru yang bersifat keagamaan dengan organisasi yang ketat dan
bersifat doktrinal, melainkan berupaya untuk mentransmisikan kekuatan
spiritual pada level individu hingga menjadi cerminan dari gerakan mistik yang membawa
perubahan bagi kehidupan manusia.
Pengembangan fungsi spiritualitas yang transformatif
ini, berangkat dari realitas bahwa pengalaman merupakan aspek penting dalam
spiritualitas karena di situlah terjadi pembenaran Iman bahwa Allah dapat dijumpai
dan dialami
serta dirasakan keberadaan-Nya. Maka, Rumusan dogma dan formulasi
teologis rasionalistik hanyalah menjadi mandul jika meniadakan aspek pengalaman.
Sebaliknya pengalaman tanpa arahan-arahan teologis, dan pendasaran pada Kitab
Suci akan kehilangan arah.
Perjumpaan dengan Allah dengan Nabi Muhammad
SAW Allah pada saat Isra' Mi'raj merupakan kehadiran (Tajalli) Ilahiyah yang
melahirkan transformasi karakter dalam ranah personal. Isra' wal Mi'raj
adalah perjalanan terindah yang dilalui Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW).
Tidak ada manusia di muka bumi yang diberi nikmat bisa bertemu langsung dengan
Zat Maha Kuasa, Allah 'Azza
wa Jalla.
Isra' wal Mi’raj menjadi momen paling Spektakuler
bagi Rasulullah
SAW . Perjumpaan tersebut merupakan
perjumpaan yang mengesankan dan memberi motivasi sekaligus mengubah orientasi
hidup sesuai dengan tujuan-tujuan Allah.
Masjid
Sebagai Pusat Ibadah dan Peradaban
Seiring dengan Spiritual Movement dan
Visi Transformatif Komunitas GEN-Z tersebut di atas, Komunitas itupun
menjalin kerjasama dengan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Baiturrahman dalam melakukan
proses transformasi nilai-nilai Spiritual Transformatif dari ranah personal ke
komunal.
Para Kaula Millenial dan Generasi Z yang
bergabung dalam Komunitas GEN-Z itu Bersama DKM Baiturrahman berupaya menjadikan
Masjid sebagai wadah menuju pergerakan transformasi spiritual
yang membawa pada perumusan identitas dan praksis Masjid Baiturrahman sebagai
Pusat Ibadah dan Peradaban Umat.
Dengan demikian, Masjid Baiturrahman tidak hanya
sebagai tempat ibadah saja, melainkan juga sebagai wujud kesatuan,
persaudaraan, dan pusat kajian spiritual transformative serta aktivitas umat
Islam. Masjid sebagai representasi kegiatan keagamaan umat
Islam dalam sejarahnya menjadi basih perkembangan umat Islam dan mampu menjadi
pergerakan sosial.
Perjumpaan Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang
miskin dan tertindas serta pembelaan beliau pada kaum yang lemah (mustadha’afin)
memberi acuan sekaligus arahan bagi Komunitas GEN-Z dan DKM Baiturrahman untuk mengikuti
teladan Rasulullah SAW untuk aktif terlibat dalam keterlibatan sosial menjawabi
realitas kemiskinan sebagai realitas yang tak bisa disangkali. Dari situlah
diharapkan terjadi transformasi sosial yaitu terwujudnya harapan digenapinya
visi dan misi Kekhalifahan manusia di dunia ini kini dan disini.
Alur spiritualitas transformatif yang berangkat
dari perjumpaan dan pembaharuan personal dengan Allah di dalam Mi’raj-nya
Rasulullah SAW, lalu bergerak ke ranah rumusan teologis-sistematis dan bermuara
pada praksis sosial memberikan sebuah penegasan bahwa perubahan selalu terjadi
sebagai gerakan dari dalam (inside out) keluar, bukan dari luar
ke dalam (outside in).
Sebagaimana hal tersebut ditegaskan Allah dalam
Firman-Nya, “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib
suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah nasibnya.” (Ar-Ra'd : 11)
Jika, Nabi Muhammad berjumpa Allah dalam Mi’raj
Beliau, bagaimana dengan Umat di zaman now ini? Nabi Muhammad Saw pernah
bersabda, bahwa “Assholatu Mi'rajul Mu'minin (shalat itu adalah mi’raj-nya orang-orang mukmin)”. Yaitu naiknya
jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke
hadirat Allah.
Jadi, Intisari ajaran Spiritual Transformatif bertujuan
memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Allah, sehingga seseorang
merasa dengan kesadarannya itu berada di hadirat-Nya. Selanjutnya spiritual
transformatif melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi
pekerti. Oleh karena karakter transformatifnya maka spiritual transformatif
menjadi jawaban utama atau mungkin menjadi solusi bagi banyak problematika
manusia modern.
Sebutlah misalnya pengalaman hidup berupa
kehampaan dan rasa kesia-siaan yang mendera manusia modern akibat penghargaan
yang berlebihan pada materialisme, konflik batin yang menjadi laten pada diri
manusia modern akibat kesombongan intelektual untuk menundukkan alam, sementara
Alam
Diri Sendiri enggan ditundukkan.
Dengan demikian Pergerakan Spiritual
Transformatif tersebut memandu pada sebuah kesadaran untuk kritis
terhadap corak spiritualitas yang eskapis
(melarikan diri) dari dunia, namun juga kritis terhadap corak spiritualitas
yang ideologis (dipengaruhi oleh
ideologi-ideologi tertentu). Karenanya, sistem yang biasanya dipakai berawal
dan bermuara pada pengetahuan tentang Allah (ma’rifah) serta konsepsi transendensial
(tauhid).
Titik relevansinya dengan kehidupan di zaman
now adalah bagaimana manusia kemudian mampu membangun kesadaran
dirinya terhadap alam semesta dan saudara manusianya. Kesadaran tersebut
kemudian dikontekstualisasikan ke dalam dimensi permasalahan manusia
modern.
Kontekstualisasi Spiritual Movement dan Visi Transformatif Komunitas GEN-Z ini
menjadikan spiritual transformatif tidak hanya aktual, tetapi juga relevan
untuk “membebaskan” manusia modern dari belitan berbagai persoalan
yang dihadapinya. Karena itulah semangat
spiritual transformatif yang dibawa oleh Komunitas
GEN-Z ini sarat dengan tindakan
sosial dan aspek kemasyarakatan. (az).