SKJENIUS.COM, Jakarta.— MIRIS! Betapa Tidak? Sinyal Indonesia masuk ke Jurang Resesi pada kuartal III 2020 makin kuat disampaikan oleh pemerintah. Pasalnya, Pertumbuhan ekonomi diprediksi kembali minus sekitar 3 persen pada periode Juli-September 2020. Artinya, Indonesia resmi masuk jurang resesi setelah pada kuartal sebelumnya, ekonomi melorot hingga minus 5,32 persen.
Karuan saja, kondisi ekonomi yang memburuk ini mencemaskan banyak orang. Pasalnya, Resesi bersifat destruktif karena biasanya menciptakan pengangguran yang tersebar luas. Itulah mengapa banyak orang akan terkena dampak saat resesi terjadi. Ketika tingkat pengangguran meningkat, pembelian konsumen semakin turun. Bisnis bisa bangkrut.
Dalam banyak resesi, orang kehilangan rumah ketika mereka tidak mampu membayar cicilan rumah. Kaum muda sulit mendapatkan pekerjaan yang baik setelah lulus sekolah. Resesi juga bisa membuat orang lebih sulit untuk mendapatkan peluang dan promosi baru. Sedangkan yang bekerja pun sulit mendapatkan promosi jabatan dan kenaikan gaji.
Lonceng Kematian Kapitalis-Sekuler
Namun demikian, resesi bukanlah kiamat, ibarat sebuah coin, dibalik efek domino yang negatif, ternyata resesi yang menimpa Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa serta 44 negara kapitalis lainnya telah membuka mata batin kita betapa rapuhnya sistem perekonomian Kapitalis-Sekuler itu. Ternyata sistem ekonomi yang berdasarkan materialisme dan utang riba serta mengabaikan spiritual itu tidak mampu menyelamatkan dirinya dari hantaman pandemi covid-19.
Bahkan, Paus Fransiskus mengkritik kapitalisme yang selama ini dianggap sebagai satu-satunya "formula ajaib" bagi masalah sosial dunia. “Hanya ada sedikit apresiasi terhadap fakta bahwa kelebihan (yang dijanjikan) tidak menyelesaikan ketidaksetaraan yang menimbulkan bentuk kekerasan baru yang mengancam tatanan masyarakat," kata Paus Fransiskus.
Menurut pimpinan dari seluruh gereja Katolik di dunia itu, Kapitalisme Gagal Melindungi Kemanusiaan Selama Pandemi Corona. “Kerapuhan sistem dunia dalam menghadapi pandemi telah menunjukkan bahwa tidak semuanya dapat diselesaikan dengan kebebasan pasar," tulisnya.
Lonceng Kematian Kapitalis-Sekuler bergema makin kuat di seluruh dunia. Kapitalis pun telah gagal dalam mengujicoba solusi demi solusi menghadapi wabah. Sebelumnya, kita dijanjikan “hidup bersama dalam masyarakat tanpa batas”. Faktanya, hari ini, kita "tinggal di rumah" dan tidak bergaul dengan orang lain. Inilah hasil dari globalisme ala kapitalisme! Kegagalan demi kegagalan tersebut akan menghantarkan ideologi batil ini pada kehancuran yang nyata.
Kapitalisme Menjauhkan Kita dari Allah
Kapitalisme jelas bertentangan dengan akar budaya bangsa Indonesia yang menganut nilai-nilai gotong royong, musyawarah, kerja sama dan nilai kolektifitas lainnya. Tak heran nilai asli yang dimiliki bangsa ini mulai tergusur oleh nilai yang mengedepankan keunggulan diri sendiri seperti materialism, narsisism, bahkan hedonism.
Ideologi Kapitalisme melahirkan berbagai konsepsi dan aturan kehidupan-sosial, politik, ekonomi, hukum, dan sebaginya. Berbagai konsepsi dan aturan kehidupan tersebut semata-mata bersumber dari akal dan hawa nafsu manusia. Kapitalisme menganggap kehidupan manusia tidak perlu diatur oleh Allah, tetapi cukup diatur oleh manusia sendiri. Manusia dipandang memiliki kewenangan mutlak untuk mengatur dirinya sendiri. Karena itulah ideologi Kapitalisme menjauhkan peran Allah dari kehidupan, sekaligus mengukuhkan peran manusia sebagai pengatur kehidupan.
Mungkin itulah sebabnya banyak orang sibuk mengejar rezeki siang malam. Namun mereka lupa untuk mendekatkan dirinya ke Sumber Rezeki itu sendiri. Tidak sedikit orang yang takut rezekinya berkurang, bila menyempatkan waktunya sedikit untuk menyembah Allah. Ketika dipanggil untuk mendekat, malah menjauh. Buktinya, ketika waktu shalat sudah tiba, banyak orang sengaja melambat lambatkannya karena beralasan sibuk mencari rezeki.
Padahal rezeki berasal dari Allah, sehingga seharusnya kepada Allah lah kita senantiasa mendekat siang dan malam. Bukankah Allah telah mengingatkan dalam Firman-Nya : “Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang dikehendakiNya dengan tidak terhitung jumlahnya.” (QS. Ali Imran: 37).
A New Economy, a Spiritual Awakening, and a Prophetic Mission
Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini berbagai bangsa di dunia sedang berada dalam krisis yang parah tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga secara sosial, lingkungan, dan politik. Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi Ekonomi Dunia Bakal Alami Krisis yang Belum Pernah Terjadi.
Karena itulah, saya berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi. Saya berharap tulisan ini menjadi bagian penting dari upaya kita menemukan solusi atas kemelut perekonomian saat ini. Semoga resesi ekonomi ini bisa menjadi titik balik (turning point) kritis untuk Indonesia dan mungkin seterusnya. Dari sinilah kita berpikir untuk mencari sebuah sisitem ekonomi alternatif yang lebih berkeadilan dan mensejahterakan rakyat.
Sebagai seorang Spiritual Business Consultant, saya sangat sadar dari pengalaman saya tentang Perubahan yang dapat dibuat oleh kelompok kecil. Sebagaimana hal tersebut dijelaskan Allah dalam Firman-Nya : “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah: 249).
Saya adalah bagian dari kelompok yang sangat kecil (small group), yang Mulai berkumpul pada tahun 1995 dan memulai percakapan tentang dinamika globalisasi ekonomi yang lebih dalam dan dampaknya terhadap dunia. Kami, bukanlah orang-orang seperti Anda yang berada dalam posisi berpengaruh dan berpikir secara mendalam tentang masalah ekonomi dan pembangunan Indonesia.
Namun demikian, kami berupaya menawarkan kepada dunia dengan analisis dan visi bersama tentang pentingnya sebuah Sistem Ekonomi Baru yang Berbasiskan Kebangkitan Spiritual, dan Melanjutkan Misi Profetik Rasulullah SAW. Saat ini adalah momen kritis dalam rangka kita memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dengan kebutuhan akan terobosan dalam dunia ekonomi dalam pemikiran dan percakapan publik baru yang pada akhirnya dapat membebaskan kita dari cengkeraman Kapitalis Barat dan jeratan utang Cina Sosialis Komunis.
Mengembang Ekonomi Spiritual Sebagai Mainstream Ekonomi RI
Maka, Dimensi yang paling urgen dalam memperingati Maulid Nabi SAW adalah bagaimana umat Islam bisa meneladani dan melanjutkan misi kenabian tersebut. Kita tahu bahwa Nabi saw mempunyai misi mulia sebagai pembawa risalah dari Allah, yaitu menyampaikan Islam untuk menjadi jalan hidup dan membawa keselamatan bagi seluruh alam. Termasuk dalam bidang ekonomi.
Untuk itu, Kita perlu menata dan mengembangkan Sistem Perekonomian yang berbasiskan Spiritualitas sebagai Mainstream Ekonomi RI. Ekonomi Spiritual adalah sebuah sistem ekonomi yang berbasiskan spritualisme atau agama dan nilai-nilai budaya Nusantara. Sehingga dari spiritual tersebut melahirkan tata perekonomian yang juga melibatkan norma dan moral sekaligus, dalam tataran pelaksanaan perekonomian bangsa dan negara.
Sistem ekonomi ini sebenarnya sudah ada sejak nenek moyang kita mengenal akan theologi dalam kehidupannya. Nenek Moyang kita mendasari kehidupan dan pandangan hidup secara spiritual dan budaya luhur Nusantara. Dari sinilah kemudian berkembang dan melahirkan kehidupan bermasyarakat termasuk juga dalam bidang perekonomian. Karena itulah nenek moyang kita menganut nilai-nilai spiritual, gotong royong, musyawarah, kerja sama dan nilai kolektifitas dalam sistem ekonominya.
Ekonomi Spiritual juga menjadi bagian dari aliran ekonomi normatif, yakni sebuah aturan ekonomi yang menghendaki dalam setiap transaksi ekonomi dikutsertakan nilai-nilai moral dan etika yang juga memiliki artian melibatkan aturan-aturan Allah sebagai pengawas dalam tata pelaksanaan ekonomi tersebut.
Tujuan memperoleh ke untungan dalam perspektif ekonomi spiritual bukanlah satu-satunya faktor pendorong kegiatan individu dalam proses bisnis yang digelutinya, melainkan juga dipengaruhi oleh kepuasan spiritual. Kepuasan spiritual ini me rupakan bentuk manifestasi kegiatan mencari keka yaan yang tidak terlepas dari hubungan manusia dengan manusia, tetapi juga hubungan manusia dengan Allah.
Filsafat ekonomi spiritual mengajarkan pentingnya hubungan antara nilai-nilai dan tujuan ekonomi. Ekonomi dalam Perspektif Spiritual mendorong kegiatan manusia dalam setting sosial yang mengakomodasi kepuasan spritualnya. Hal ini didasarkan pada premis bahwa ekonomi Spiritual dalam praktiknya lebih memerhatikan kehidupan masyarakat dibandingkan dengan konsep Ekonomi Kapitalis yang mengutamakan kepentingan individu pemilik modal.
Ekonomi Spiritual bertumpu pada prinsip mengutamakan kepentingan umum dan meng hargai kepentingan individu. Al Qur’an mengajarkan, "Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik surga, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah (mencapai kebahagiaan)." (QS al-Lail: 4-8). (az).