SKJENIUS.COM, Cikarang.-- SUBHANALLAH! Pandemi Covid-19 telah mengubah dunia secara dramatis. Dari masalah kesehatan kemudian berkembang ke krisis ekonomi global. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan resesi saat ini lebih parah dari krisis-krisis sebelumnya.
Indonesia pun sudah terpuruk ke Jurang
Resesi. Bahkan, Resesi Terburuk dalam Dua Dekade. Gelombang Tsunami PHK pun
menerjang dahsyat. Di mana, pada pekan lalu kembali terjadi Pemberhentian
Hubungan Kerja (PHK) pada ribuan orang di berbagai sektor. PHK besar-besaran
ini dinilai sebagai tanda bahwa Indonesia sedang dalam masa yang buruk akibat
resesi.
Bahkan yang melakukan PHK tidak hanya
perusahaan besar tapi juga pelaku usaha kecil. Padahal pada krisis keuangan
1998 saja UMKM lebih berdaya tahan. Ini artinya, kondisi saat ini terburuk
sejak 20 tahun lalu.
Jadi, mau tidak mau, siap tidak siap, suka
tidak suka, sadar atau tidak sadar banyak dari kita yang akan berubah menjalani
hidup kita di hari-hari selanjutnya. Pasalnya, sudah delapan bulan Coronavirus
memaksa kita mengubah kebiasaan, dan perilaku, yang pada akhirnya akan mengubah
dunia. Sedikit atau banyak. Anda boleh setuju, boleh juga tidak.
Namun nyatanya hampir di seluruh dunia
mengakui bahwa pandemi Covid-19 telah mengubah banyak hal di dunia bahkan dalam
kebiasaan-kebiasaan terkecil dalam keseharian kita.
Ya..Pandemi Covid-19 mengubah kebiasaan
manusia dari segala sisi. Karena itu, sejumlah pakar kesehatan masyarakat
meyakini usai pandemi, keseharian tak serta merta akan kembali normal
sebagaimana sebelum pandemi.
Dunia memang sedang berubah.
Perubahan ini, meski diawali oleh sesuatu yang menyesakkan, tapi yakinlah akan
berujung pada perbaikan. Dari pandemi ini kita belajar, bahwa hal-hal yang
sebelumnya dianggap sepele, ternyata bisa menjadi batas tipis antara hidup dan
mati. Contohnya adalah soal lupa cuci tangan, tidak menutup mulut dan
hidung saat bersin.
Wabah ini juga membuat kesadaran orang-orang
terhadap kesehatan fisik dan mental (mental
helth) serta spiritual care semakin meningkat. Semoga kesadaran ini bisa
menjadi awal yang positif yang akan mengubah masyarakat ke arah yang lebih
baik, bahkan setelah pandemi ini berakhir.
Ya, saya percaya bahwa pandemi ini akan
berakhir, cepat atau lambat. Sepanjang-panjangnya jalan pasti ada ujungnya.
Allah tak akan menguji manusia di luar kemampuannya. Sabar dan Shalat itu
kuncinya dalam mengatasi wabah coronavirus ini.
Become
The Best Version of You.
Makhluk bernama Corona, selama delapan
bulan ini telah mengubah gaya hidup kita, juga mengubah segalanya. Adanya
Covid-19, memaksa kita harus bertransformasi menjadi manusia baru, yakni manusia Indonesia
seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Manusia beriman yang dimaksud bukan
dilihat secara fenomena atau ritual agama melainkan merupakan satu perubahan
mendasar dalam inti hidup yang sesungguhnya yaitu ruh dari pikiran Anda (the spirit of your mind). "Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam keseluruhan...,"
Demikian Allah memerintahkan kita dalam Q.S. Al-Baqarah: 208.
Dalam tafsir Ibnu Katsir ayat ini
diterjemahkan bahwa Allah memerintahkan kepada hamba-Nya yang beriman
kepada-Nya dan membenarkan Rasul-Nya agar berpegang kepada tali Islam dan semua
syariatnya serta mengamalkan semua perintahnya dan meninggalkan semua
larangannya dengan segala kemampuan yang dimiliki. Untuk melaksanakan hal ini
tentu kita harus memiliki pemahaman akan Islam secara benar.
Dienul Islam
adalah dien yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW sebagai penutup sekaligus
penyempurna agama-agama yang sebelumnya. Menjalankan Islam secara kaffah
(total, keseluruhan) adalah pemaknaan dan perwujudan Islam yang
menyeluruh dalam nilai-nilai dan prinsip-prinsip, seperti keadilan (an-Nahl:
90; an-Nisa: 58), perdamaian (al-Anfal: 61), keamanan (al-Nur: 55),
kesejahteraan (an-Nisa: 9), spiritualitas (as Shad : 71-72), bukan
semata-mata dalam bentuk lahiriah, formal, atau aspek-aspek instrumental yang
bisa berubah sesuai perkembangan waktu dan tempat.
Karena itulah, jika kita ingin hidup
menjadi manusia baru, maka kita harus siap melepaskan manusia lama.
Manusia baru dan lama tidak bisa bersatu di dalam diri kita. Kita tidak bisa
memainkan dua karakter yang kontras sekaligus, seperti hidup sebagai orang yang
jujur tetapi di saat yang sama juga suka berbohong.
Sebab, menjadi manusia baru berarti memiliki
sifat-sifat baru yang sangat berbeda dengan sifat lama. Sifat-sifat
manusia lama yang dimaksudkan adalah semua hal yang bertentangan dengan
kebenaran. Sebaliknya, sifat manusia baru selaras dengan kebenaran firman
Allah dan menuntun kita kepada kedewasaan ruhani. Karena itu, jika dulu
kita adalah orang yang selalu mementingkan diri sendiri, maka marilah kita mulai
belajar untuk memedulikan orang lain.
Jadi, sebagai orang beriman , marilah
jepitan resesi dan ancaman pandemi ini, kita jadikan momentum "Become
Our Best Version". Menjadi Manusia Baru dengan satu komitmen untuk
meninggalkan sifat lama yang masih ada di dalam diri kita dan mengenakan sifat
baru yang berkenan kepada Allah. Dengan demikian kita akan terus mengalami
kemajuan di dalam kehidupan ruhani kita.
Menjadi manusia baru, berarti kita kembali
ke fitrah, sebagaimana telah diciptakan menurut kehendak Allah agar senantiasa mengabdi kepada-Nya dan menjadi Khalifah-Nya
di Bumi.
Dengan demikian jika kita ingin bangkit
dari keterpurukan selama delapan bulan ini, mau tidak mau kitaharus membiasakan
diri dengan cara-cara Allah dalam menyelesaikan sesuatu. Kita harus berani
berkata tidak dengan cara-cara hidup yang lama dan selalu berkata ya dengan
kehendak (Iradat) dan Kuasa (Qudrat) Allah semata.
Memang tidaklah mudah untuk mewujudkannya,
tetapi ingatlah kita hanya dituntut untuk “melakoni” artinya yang menyediakan
hidup baru itu, sesungguhnya adalah Allah. Berarti Allah juga yang akan
memampukan Anda untuk menjalani kehidupan baru ini asal kita berserah
kepada Dia pemilik kehidupan itu.
Dan yakinlah! Kemenangan, Kebahagiaan dan
Kesejahteraan akan Allah sediakan bagi setiap mereka yang beriman dan yang
mengandalkan Allah dalam kehidupannya setiap hari. “Hasbunallah Wanikmal Wakil Nikmal Maula Wanikman Nasir." Artinya
: "Cukuplah ALLAH sebagai penolong
kami, dan ALLAH adalah sebaik-baik pelindung”.
Becoming
the New Human: 7 Steps
Hakikat kehidupan manusia adalah "Innalillahi
wa inna ilaihi Raji'un", kita datang dari Allah dan akan kembali
kepada-Nya. Setiap manusia memiliki jatah hidup berbeda di muka bumi ini yang
telah menjadi rahasia Ilahi. Mengingat dan merenungkan hal itu, sudah
sepantasnya manusia harus memanfaatkan waktu yang dipunya untuk mengerjakan
hal-hal terbaik dalam hidupnya, selalu berproses menjadi lebih baik.
Di bangku sekolah sering kita diajarkan
bahwa manusia adalah mahkluk yang berakal. Dalam falsafah Nusantara, akal saja
belum cukup walaupun hal itu penting, karena itu harus menyentuh rasa. Dalam
psikologi modern sudah disadari adanya ruang “rasa” seperti ini, yang
disebut sebagai kecerdasan emosi.
Raden Mas Panji Sosrokartono pernah bertutur, “Sinau
ngraosake lan nyumerepi tunggalipun manungsa, tunggalipun rasa, tunggalipun
asal lan maksudipun ngagesang.”
Artinya, “Perlu belajar ikut merasakan dan mengetahui bahwa manusia itu satu,
rasa itu satu, berasal dari asal yang sama, dan belajar memahami arti dari
tujuan hidup.”
Manunggal rasa atau
menyatu dengan rasa, memiliki arti seseorang mesti punya kepekaan. Kepekaan dalam
hal ini adalah kemampuan untuk selaras dengan keadaan. Kepekaan dalam bentuk
yang maujud tampil dalam sifat welas asih, kepedulian dan kebersamaan dalam
laku. Hal seperti ini nampak dalam salah satu tradisi hidup bergotong royong.
Menjadi manusia seutuhnya bagi orang Indonesia yang mewarisi Kebudayaan Luhur Nusantara adalah memahami kemanusiaan. Dan kemanusiaan ini hanya muncul karena rasa. Semua orang hidup dalam atmosfer yang sama. Namun tidak semuanya mampu merasakan hal yang sama.
Di tengah krisis kemanusiaan,
kembali pada hakikat manusia. Manunggaling rasa. Kita kembali diingatkan.
Sudahkah kita memperlakukan orang sekitar melalui rasa?
Berikut ini adalah 7 Tips untuk Anda yang ingin bertransformasi menjadi manusia baru, manusia yang manunggaling rasa, yaitu:
- Nyatakan Bahwa Anda Siap untuk menjadi Manusia Baru. Ucapkan dan Tanamkan ke Lubuk Hati yang Paling Dalam, "Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil ‘aalamiina;”
- Membuka Diri untuk menemukan kapasitas baru, dan biarkan mengalir;
- Kembangkan daya intuitisi Anda;
- Utamakan Solusi sebagai prioritas dalam setiap aspek kehidupan kita;
- Hidup mengikuti Rasa dan Gerak Hati Nurani;
- Harmonis dengan sesama dan Selaras dengan Alam;
- Bergeraklah mengikuti Iradat (Kehendak) dan Qudrat (Kuasa) Allah.
Akhirul Kalam, agar manusia kembali
menjadi utuh sebagai manusia, dia harus melakukan “kenaikan ruhani untuk mengambil kembali kepingan dirinya yang
tertinggal itu di alam ketuhanan (alam lahut)”. Intinya, untuk menjadi
manusia yang utuh, seseorang tidak hanya dituntut memiliki pengalaman empiris
dan rasionalitas, tetapi juga butuh pengalaman estetik dan cinta sebagaimana
kehidupan para Guru Mursyid kita. (az).