SKJENIUS.COM, Jakarta.— PRIHATIN, Memang! Betapa Tidak? Resesi Ekonomi, nampaknya tak bisa dihindari. Pasalnya, berbagai pihak sudah meramalkan bahwa pertumbuhan ekonomi Tanah Air akan minus lagi pada kuartal III.
Presiden Joko Widodo misalnya, memperkirakan ekonomi dalam negeri pada kuartal III tahun ini akan minus sekitar 3 persen. Jika proyeksi itu terjadi, artinya, Indonesia resmi masuk ke jurang resesi ekonomi untuk pertama kalinya sejak 1998.
Karuan saja, Memasuki Kuartal IV 2020, Presiden Jokowi dan Jajaran Kabinetnya Hadapi Tantangan Berat Mengatasi Resesi Ekonomi di tengah Eskalasi Pandemi yang Terus Bertambah, Utang Luar Negeri yang makin Menggunung dan Ancaman Krisis Ekonomi Global. Kesemuanya itu tentu saja menguji kemampuan Jokowi dan para Menteri dalam Menghadapi Penyebaran Pandemi Covid-19 dan Memulihkan Perekonomian yang Terpuruk?
Kondisi ini tentu saja, menimbulkan kerisauan dan kekhawatiran bagi sejumlah orang. Pasalnya, mereka mengalami kesulitan ekonomi dan keuangan di tengah ketidakpastian pandemi virus corona yang membatasi interaksi. Apalagi Resesi, Biasanya Mempunyai Efek Domino Mengerikan Bagi Masyarakat. Dampak negatif itu, diantaranya sejumlah fenomena sosial akan mewarnai dinamika kehidupan seperti pendapatan masyarakat berkurang, daya beli menurun, PHK massal, dan penganguran.
Namun, sebagai orang beriman dan berakal tentulah kita tak perlu ikut gelisah. Pasalnya, resesi bukanlah akhir segalanya. Mari kita berpasrah diri, seraya introspeksi dengan kejernihan batin, mawas diri apa sebab kejadian luar biasa ini, semua kejadian tentang bencana apapun tentu kehendak (Iradat) Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti tsunami, gempa bumi, termasuk wabah covid-19 dan resesi ekonomi saat ini.
Seiring dengan itu marilah kita menata batin, berdo’a kepada Allah SWT mohon ampunan-Nya dan mohon bimbingan serta petunjuk-Nya agar kita bisa keluar dari kemelut ekonomi dan darurat kesehatan ini. Semoga kita bisa mengambil hikmah dibalik musibah ini. “Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan,-Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah: 5-6)
Saat ini mungkin bisa menjadi momen yang tepat untuk mengembangkan mental entrepreneur dengan merintis suatu bisnis yang masih berpotensial dan dijual online. Namun demikian, tentu saja bagi pemula, para calon pengusaha harus mempelajari teknik pemasaran, penjualan online hingga bagaimana membranding suatu produk. Untuk itu, silakan Anda hubungi Spiritual Business Consultant.
Sometimes the World Needs a Recession: Turning Challenges into Opportunities
Semoga beberapa krisis yang terjadi selama ini dapat membuka kesadaran kolektif kita akan kelemahan sistem ekonomi konvensional (baca: kapitalis-sosialis). Keduanya sering dihadapkan pada permasalahan pelik yang diakibatkan oleh krisis ekonomi. Dari sinilah kita berpikir untuk mencari sebuah sisitem ekonomi alternatif yang lebih berkeadilan dan mensejahterakan rakyat.
Kapitalisme dan Sosialisme jelas bertentangan dengan akar budaya bangsa Indonesia yang menganut nilai-nilai gotong royong, musyawarah, kerja sama dan nilai kolektifitas lainnya. Tak heran nilai asli yang dimiliki bangsa ini mulai tergusur oleh nilai yang mengedepankan keunggulan diri sendiri seperti materialism, narsisism, bahkan hedonism.
Ideologi Kapitalisme dan Sosialisme melahirkan berbagai konsepsi dan aturan kehidupan-sosial, politik, ekonomi, hukum, dan sebaginya. Berbagai konsepsi dan aturan kehidupan tersebut semata-mata bersumber dari akal dan hawa nafsu manusia. Kapitalisme dan Sosialisme menganggap kehidupan manusia tidak perlu diatur oleh Allah, tetapi cukup diatur oleh manusia sendiri. Manusia dipandang memiliki kewenangan mutlak untuk mengatur dirinya sendiri.
Kapitalis dan Sosialis berpangkal pada satu falsafah hidup yang dinamakan materialisme (falsafah kebendaan). Kapitalisme dan Sosialisme mengabaikan bahwa di balik materi yang diperjuangkannya, masih ada kekuatan gaib yang harus diyakini dan ditakuti yaitu Allah Yang Maha Kuasa. Karena itulah ideologi Kapitalisme dan Sosialisme menjauhkan peran Allah dari kehidupan, sekaligus mengukuhkan peran manusia sebagai pengatur kehidupan.
Mungkin itulah sebabnya banyak orang sibuk mengejar rezeki siang malam. Namun mereka lupa untuk mendekatkan dirinya ke Sumber Rezeki itu sendiri. Tidak sedikit orang yang takut rezekinya berkurang, bila menyempatkan waktunya sedikit untuk menyembah Allah. Ketika dipanggil untuk mendekat, malah menjauh. Buktinya, ketika waktu shalat sudah tiba, banyak orang sengaja melambat lambatkannya karena beralasan sibuk mencari rezeki.
Padahal rezeki berasal dari Allah, sehingga seharusnya kepada Allah lah kita senantiasa mendekat siang dan malam. Bukankah Allah telah mengingatkan dalam Firman-Nya : “Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang dikehendakiNya dengan tidak terhitung jumlahnya.” (QS. Ali Imran: 37).
Oleh karena itu, marilah kita jadikan resesi ini menjadi turning point dalam merekonstruksi sistem ekonomi, bisnis dan keuangan, sehinga kita bisa keluar dari cengkeraman Kapitalis dan terlepas dari jeratan jebakan utang (debt trap) Cina Sosialis-Komunis. Kita harus mengembangkan Sistem Perekonomian yang Berdasarkan Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan Sila pertama Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia.
Resesi Datang, Rezeki Tak Berkurang
Dalam persepsi banyak orang, resesi mungkin mengakibatkan terjadinya pengurangan rezeki? Selain itu, ada juga menganggap bahwa resesi ekonomi sama dengan krisis ekonomi. Padahal resesi adalah istilah teknis bahwa aktivitas ekonomi menurun/lesu yang diindikasikan oleh pertumbuhan PDB Indonesia mengalami minus 2 kuartal berturut-turut.
Karena itulah dalam persfektif Majalis Dakwah Al-Hikmah, sesungguhnya Resesi tak ada kaitannya dengan rezeki seseorang. Karena itulah kita tak perlu cemas menghadapinya. Namun demikian sebagai Muslim kita wajib ikhtiar jika ingin mendapatkan sesuatu. Namun, perlu dipahami bahwa tidak ada hubungan langsung antara usaha dengan rezeki. Pasalnya, rezeki itu berbanding lurus dengan keimanan kita pada Allah SWT. Maka, jangan sampai kita ini mengaku beriman tapi dalam hati kita sebenarnya ragu pada Allah.
Allah Swt berfirman, “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semunya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud : 6).
Saudaraku, kita diciptakan oleh Allah dilengkapi dengan rezeki. Rezeki ditentukan setelah usia empat bulan di rahim ibu kita. Rezeki ada yang baik atau yang buruk, tergantung cara kita menjemputnya (ikhtiar). Rezeki yang buruk disebabkan cara menjemputnya yang buruk. Tapi, kita harus yakin Rezeki kita udah dijamin Allah. Nah, Yakin tidak dengan kalimat ini?
Ya..! Meyakini ini yang penting. Meyakini ada kaitannya dengan keimanan yang bakal menuntun kita ke jalan keselamatan. Yakinkah kita bahwa rezeki udah di jamin Allah? Mungkin saja lidah kita bisa ngomong begitu tapi perilaku kita jauh dari yakin. Buktinya, masih suka mengambil rezeki yang haram. Masih suka utang riba. Seolah-olah tak ada lagi rezeki halal dari Allah?
Rezeki tuh sudah dijatah oleh Allah dan kita tak bakal mati sebelum semua jatah rezeki habis dibagikan. Jadi, kita bekerja, berbisnis, berdagang, bertani dan berbagai usaha lainnya adalah dalam rangka memenuhi kewajiban kita untuk menjemput rezeki. Namun, usaha itu bukanlah jaminan untuk mendapat tambahan rezeki. Karena itu, apapun hasil usaha kita, maka sepenuhnya kita serahkan (Tawakal) pada Allah.
Guru Mursyid kita, Allahyarham KH. Abdurrahman Siregar mengingatkan, "Usahamu tak akan nambahin rezekimu, jika kamu tak usahapun tak akan mengurangi rezekimu, sebab rezeki udah dicatat di Lauh Mahfudz, sudah diperkirakan jumlahnya, jelas kapan sampainya padamu. Namun kamu wajib Amal Shaleh, jika ingin hidup yang indah.”
Sebagaimana hal tersebut sudah dijanjikan Allah dalam Firman-Nya, “Barangsiapa yang mengerjakan amalsaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang indah dan sesungguhnya Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 97).
Marilah kita beramal shaleh sebagai manifestasi keimanan kepada Allah SWT, keyakinan akan keadilan-Nya, dan hanya berharap akan rahmat-Nya yang akan membawa manfaat dalam Kebahagiaan dan Kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin! (az).