Saat ini kita dihadapkan pada kenyataan
bahwa kita tidak tahu persis berapa lama lagi kita harus menjalani social
distancing, menghindari kerumunan dan mengikuti Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB). Kita pun harus memikirkan tentang apa yang bisa atau tidak bisa
kita sentuh dan kemana kita bisa atau tidak bisa pergi karena virus.
Hari ini kita dihadapkan pada kenyataan
bahwa kita mungkin tidak dapat pergi ke mana pun kecuali online untuk jangka
waktu tertentu. Karuan saja kesemuanya itu, perlu perjuangan tersendiri dalam
beradaptasi dengan berbagai perubahan dalam kehidupan sehari-hari.
Perubahan itu, tentu saja sulit bagi kita
semua. Meskipun kita telah mendengar banyak tentang perubahan seperti
jarak sosial, cuci tangan yang sering, pertemuan virtual, penutupan bisnis,
penyesuaian restoran, penyusutan keuangan, dan lain-lainnya.
Sebagaimana sedang kita alami dan rasakan
bersama, saat ini, kita hidup di masa yang ekstrem, di mana stres, ketakutan,
korupsi dan kesulitan ekonomi menjadi problematika sehari-hari yang dihadapi
masyarakat. Dalam suasana seperti itu, menjaga harapan, kepositifan dan
kebaikan menjadi semakin menantang, bahkan sulit dipahami. Jelas ada
kebutuhan untuk stabilitas dan ketahanan batin yang lebih
besar.
Keimanan
memberi kita kekuatan untuk membawa stabilitas dan ketenangan ke pikiran kita,
bersama dengan kapasitas untuk melihat, merasakan dan mengalami potensi
tertinggi kita - kekayaan kualitas dan kekuatan spiritual yang merupakan diri
kita yang esensial.
Kekuatan Iman dimulai dengan kesadaran
akan identitas kita sebagai makhluk spiritual. Ini adalah hubungan yang
memberdayakan yang memungkinkan kita untuk melampaui reaktivitas dan menanggapi
dengan cinta dan kebijaksanaan untuk tantangan yang kita hadapi. Jadi,
persatuan spiritual antara jiwa manusia dengan Kehendak (Iradat) dan Kuasa (Qudrat)
Yang Tertinggi adalah Sumber Kekuatan Keimanan kita.
A
Spiritual Response to Challenges Around Us
Saudaraku! Dalam beberapa hari ini, saya
memikirkan dan merenungkan hari saya, saya sedikit terpaku oleh emosi amarah
dan kesedihan saya. Sebagai seorang Spiritual Business Consultant, saya
pandai mengidentifikasi emosi, terutama emosi saya sendiri. Namun sebagai
pribadi dan sebagai manusia, saya tidak selalu pandai mengetahui apa yang harus
dilakukan dengan emosi ini.
Saat saya merefleksikan kemarahan,
frustrasi, dan kesedihan saya, saya menyadari bahwa itu tidak terlalu ditujukan
kepada orang-orang seperti situasi komunitas kita. Saya marah dan frustrasi dan
sedih tentang beberapa perubahan yang pasti akan terjadi dan marah dan
frustrasi dan sedih karena saya tidak tahu persis seperti apa ini akan
terlihat, dan saya marah, frustrasi dan sedih karena saya tidak tahu sampai
kapan perubahan ini akan berlangsung.
Saya memahami alasan, masalah kesehatan,
dan manajemen risiko. Tapi saya juga memahami kerugian yang akan dialami
masyarakat. Hilangnya relawan dan kehadiran mereka yang tak tergantikan,
hilangnya kesempatan dan keterlibatan sosial, serta hilangnya hubungan dengan
keluarga dan satu sama lain.
Saat ini, kita secara fisik, emosional,
dan spiritual terpisah satu sama lain, sehingga dalam beberapa hal dipisahkan
dari kebersamaan dan ukhuwah islamiyah.
Semoga semua kejadian ini menyadarkan kita, betapa kita membutuhkan Allah yang
penuh kasih dan pengampun, dan di sinilah tepatnya kita merindukan belaian
Kasih Sayang, Petunjuk dan Pertolongan-Nya.
Karena itulah, sebagai seorang Spiritual
Business Consultant, Pikiran saya menjadi lebih terfokus pada perubahan
apa yang harus kita lakukan sebagai respons spiritual
terhadap kesulitan ekonomi di tengah ancaman resesi dan eskalasi pandemi yang
belum diketahui kapan berakhirnya.
Menurut saya, respons spiritual terhadap
krisis bukanlah pembenarannya, atau struktur kepercayaan yang dipaksakan dengan
canggung di atasnya. Namun pemahaman spiritual yang benar tentang krisis,
justru memungkinkan kita untuk melihat dunia sebagaimana adanya, dan ini pada
gilirannya menginspirasi keterlibatan yang dalam dan sepenuh hati.
Jadi, Respon Spiritual untuk Masa
Kritis adalah menyatukan batin (Spiritual Converging) dari semua
lapisan masyarakat dan setiap bagian dunia, untuk berbagi kebijaksanaan mereka,
membimbing umat melalui pengalaman zikir dan pasrah diri yang kuat, dan
menyediakan metode untuk melanjutkan praktik ini dalam kehidupan sehari-hari
Anda. Maka, marilah kita tingkatkan ketahanan dan sumber daya batin kita,
dengan terhubung ke Yang Maha Kuasa.
Kita membutuhkan "Kedekatan
Batiniah" untuk Melawan Prahara Corona di antara "Social Distancing" dan memohon
Petunjuk-Nya untuk Mengatasi dampak Resesi Ekonomi di tengah Utang Negara yang
Menggunung. Sehingga kita bisa membaca dan mengikuti peta spiritual yang telah
dibentangkan-Nya yang mengarah ke dunia yang lebih adil.
Menurut Jaya Suprana, pada hakikatnya spiritual converging lebih selaras
makna sila "Kemanusiaan yang adil dan beradab" maupun "Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" serta juga "Persatuan
Indonesia".
“Pada
saat bersama menghadapi virus corona memang dibutuhkan semangat kebersamaan dan
persatuan bukan dalam makna lahiriah namun justru batiniah. Spiritual
converging mempersatukan energi batiniah etika, moral, adab, akhlak dan
budi pekerti umat manusia demi melawan prahara,”
pungkas Jaya Suprana.
Jadi, pandangan dunia spiritual adalah jalan melalui krisis, dan kebenarannya ditemukan dan diekspresikan melalui tindakan. Ini adalah pekerjaan spiritual yang sejati. Inilah yang membawa kita ke Pusat Daya Abadi Yang Agung itu. Itu berfungsi untuk membuat perubahan, dan melakukannya tanpa bertujuan untuk keuntungan pribadi. Itulah yang disebut sebagai Amal Shaleh kita. Hal inilah yang akan menjadikan hidup kita indah.
"Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang indah dan
sesungguhnya Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
(An-Nahl: 97).
Ini adalah peluang mendengarkan yang dalam
yang memungkinkan kita untuk secara otentik merasakan kesedihan yang luar biasa
dan menyakitkan ini - kesadaran yang kuat bahwa kita tidak berkembang
sebagaimana mestinya, bahwa kita dapat melakukan yang lebih baik.
Pandangan dunia yang benar-benar spiritual
memungkinkan kita melakukan ini. Pandangan dunia spiritual menghubungkan
kita dengan kekuatan bawaan dan tak terbatas yang dapat hidup dengan kesedihan
dan menjadi saksi rasa sakit.
Karena itulah, kita perlu mempunyai
pandangan spiritual yang benar. Sehingga pada akhirnya kita menemukan Solusi
Spiritual untuk Mengatasi Masalah Ekonomi dan Pandemi yang menjepit kehidupan
bangsa Indonesia hari ini.
7
Ways You Can Respond in Times of Crisis
Ekonomi menjadi satu diantara ukuran
berhasil tidaknya suatu negara memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.
Karena itulah, kondisi ekonomi yang gagal meroket tentu tidak akan mampu
mendorong produktivitas nasional dan lapangan kerja sulit tersedia, tingkat
upah pekerja pun belum layak, daya beli yang menurun , permintaan dan penawaran
akan barang dan jasa yang rendah.
Kondisi perekonomian rakyat Indonesia
memang sedang amburadul. Bukan mustahil kondisi ini dapat saja terjadi dalam
waktu yang panjang. Bahkan, sebagian masyarakat merasa perekonomian dalam
keluarga semakin hari semakin memburuk.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)
mencatat hingga 31 Juli 2020, jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan
kerja (PHK) maupun dirumahkan mencapai 3,5 juta lebih. Padahal, sebelum pandemi
BPS mencatat total penganggur per Februari 2020 adalah 6,88
juta orang. Dengan tambahan ini jumlah penganggur Indonesia bisa
menjadi sekitar 10.38 juta orang.
Berikut 7 Langkah Ajiab yang Dapat
Anda Lakukan dalam Menanggapi Krisis yang Terjadi, yaitu:
1.
Taubat.
Sebagaimana sudah kita bahas sebelumnya
bahwa akar permasalahan yang menyebabkan resesi adalah ketidakseimbangan antara
unsur material dan aspek spiritual dalam sistem perekonomian yang berkembang
saat ini. Karena itu, mari kita Bertobat dan kembali ke Jalan Lurus yang sudah
dibentangkan-Nya.
Suatu gerakan perbaikan yang terjebak
hanya sibuk dengan sarana dan prasarana bendawi, tak akan bisa sampai pada
tujuan yang dicita-citakan. Kalau toh sampai pada puncak kekuasaan, mereka
tidak akan menjadi lebih baik dari generasi sebelumnya yang digantikan. Baju
berubah, tapi sesungguhnya jiwa raga yang memakainya tetap sama.
2. Berdo'a Dengan Khusyu'.
"Do'a
adalah senjata seorang Mukmin dan tiang (pilar) agama serta cahaya langit dan
bumi." (HR Abu Ya'la).
Sejatinya, Allah tidak hanya menyampaikan
petunjuk dan aturan-Nya lewat kitab suci namun juga membiarkan manusia merespon
firman-Nya lewat do’a yang berisikan rasa syukur, keluh kesah, dan harapan.
Seperti yang dikatakan dalam Qur'an surat
Al-Baqarah (2) ayat 186: "Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku
dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila dia berdo'a
kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku,
agar mereka memperoleh kebenaran."
Di sini Allah ingin mengatakan bahwa untuk
merasakan kehadiran-Nya sebenarnya tidaklah perlu perantara. Cukup dengan berdo’a
kita bisa merasakan betapa Dia berada amat dekat. Bahkan setiap perkataan yang
kita ucapkan sebenarnya juga merupakan bentuk do’a. Sehingga kita manusia harus
menjaga ucapan kita supaya perilaku dan lingkungan kita menjadi positif. Sebab
kala mengucap sesuatu malaikat-malaikat di sekitar kita sebenarnya sedang
mengamini perkataan tersebut.
3.
Benamkan Diri Anda dalam Firman Allah.
“Dan
Kami turunkan dari al Qur’an suatu yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian.” (QS al-Isrâ’ : 82)
Alqur’an merupakan panduan utama yang
dapat dijadikan sahabat sejati dalam mengarungi kehidupan agar sesuai dengan
maksud dan tujuan Allah (maqashid
as-syariah). Petunjuk Terbaik Bagi Manusia atas segala problema kehidupan
yang dihadapinya, Hanya Ada Dalam Al-Qur’an. “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang
lebih lurus.” (QS. al-Isrâ`:9].
4.
Jagalah Hatimu.
Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan,
karena dari situlah terpancar cahaya kehidupan. "Sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Apabila
segumpal daging itu baik, maka semua anggota tubuh akan baik. Apabila segumpal
daging itu buruk, maka semua anggota tubuh akan menjadi buruk pula. Segumpal
daging itu adalah hati (qalbun)." (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Peduli
pada Orang Lain
Penting untuk menjaga hati Anda, tetapi
Anda juga dapat mendukung orang lain yang mengalami trauma sekunder — beberapa
yang mungkin mengalami krisis pribadi juga.
"....dan
mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri,
sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung."
(QS. Al- Hasr: 9).
6.
Tinggalkan Riba.
Resesi akan senantiasa berulang selama
sistem ekonomi yang diterapkan adalah sistem kapitalis. Pasalnya ekonomi
kapitalis merupakan ekonomi berbasis utang riba. Karena itu, segeralah
tinggalkan riba.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 278)
7. Perbanyak Sedekah.
Sedekah sesungguhnya adalah membersihkan
harta dan menyucikan jiwa kita. Seiring dengan itu, kita membantu meringankan
beban masyarakat yang terhimpit kesulitan ekonomi.
Seiring dengan itu, sedekah juga
adalah menolak bala dan wabah serta menarik simpati Langit. Rasulullah Saw
bersabda: “Orang-orang yang ada rasa
Rahim akan dirahmati oleh Allah Yang Maha Rahman, yang memberikan berkat dan
Mahatinggi. Sayangilah orang-orang yang
di bumi supaya kamu disayangi pula oleh yang di langit.” (HR. Imam
Ahmad).
Insya Allah dengan melaksanakan ketujuh
langkah strategis di atas kita akan terhindar dari dampak negatif yang
ditimbulkan oleh pandemi dan ancaman resesi. “Kemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya
tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al-Baqarah : 38).
Akhirul Kalam, Sebagai seorang Spiritual
Business Consultant yang berpengalaman selama 25 tahun, saya berkeyakinan
bahwa kolaborasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat bisa menjadi modal
untuk keluar dari resesi ekonomi dan krisis kesehatan akibat Covid-19. Untuk
itulah kita membutuhkan "Spiritual Converging" untuk
Melawan Prahara Corona di antara "Social Distancing" dan mohon Petunjuk-Nya untuk
Mengatasi dampak Resesi Ekonomi di tengah Utang Negara yang Menggunung. Aamiin
Yaa Rabbal 'Aalamin! (az).