SKJENIUS.COM,
Jakarta.-- MIRIS! Negeri ini memang paradoksal. Indonesia ialah negara
besar, tetapi sudah berpuluh-puluh tahun gagal menunjukkan kebesarannya.
Indonesia ialah negara dengan 268 juta penduduk, tetapi teramat sukar mencari
pemimpin yang benar-benar pemimpin yang mampu menyejahterakan rakyatnya.
Sehingga sampai hari ini, jumlah penduduk miskin sebesar 26,42 juta orang.
Sementara itu, masih ada 7 juta orang penduduk menganggur.
Padahal, konsepsi politik, mengajarkan kepada kita
bahwa negara merupakan suatu titik di mana orang-orang meletakkan harapan dan
cita-cita bersama. Pada titik inilah, orang-orang bersepakat untuk mengatur dan
menata kehidupan dalam upaya mencapai kesejahteraan hidup.
Maka, pemimpin negara dan pemerintahan dalam hal ini, berkewajiban
mencarikan jalan untuk mewujudkan tujuan bernegara yang bermuara pada
kesejahteraan rakyat dalam arti sesungguhnya. Bukan kesejahteraan segelintir
orang yang merupakan bagian dari jejaring oligarki, atau kartel yang
bermain-main dengan kekuasaan.
Berbagai sejarah suksesi kepemimpinan Nusantara
menunjukan, jika pemimpin telah jauh dari harapan menyejahterakan rakyat,
maka amanat
penderitaan rakyat akan lahir. Lahirnya amanat penderitaan rakyat akan
memberikan jalan suksesi pergantian seorang pemimpin
di Nusantara.
Demikian juga halnya dengan kebijakan pemerintah yang
jauh dari pro rakyat, sangat-sangat menjengkelkan rakyat bahkan melukai hati
rakyat. Sebab kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang jauh dari
harapan dan kepatutan. Ataupun di kala kebijakan yang dibuat tidak berpihak
pada rakyat, bahkan malah mengkhianati rakyat, merugikan dan membikin susah
hidup rakyat. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan mengaku sebagai pemerintah
yang pro rakyat dengan sederet pencitraan dan janji meroket. Namun tak pernah
terwujud, maka dengan sendirinya masyarakat
akan kecewa terhadap pemerintah tersebut.
Semakin banyak kesalahan dan keliruan yang dikerjakan
oleh penguasa, akan semakin besar pula kekecewan rakyat dan pada akhirnya,
kepercayaan berubah menjadi ketidak percayaan. Jika Rakyat sudah Tidak Percaya
ke Pemerintah, Maka Kewibawaan Pemerintah Tidak Ada. Karena itulah,
seorang pemimpin harus menyadari bahwa seringkali suara rakyat adalah merupakan suara
Tuhan, jadi jangan abaikan aspirasi rakyat. Pasalnya, People Power atau “kekuatan rakyat,” bisa terjadi dan
muncul dalam aneka bentuk, Demontrasi, Kritik, Protes dan lain-lain.
Peristiwa bulan Mei 1998 adalah bukti bahwa People
Power bisa terjadi di Indonesia. Unjuk Rasa, bahkan amuk massa,
kerusakan dan kerusuhan terjadi diberbagai wilayah Indonesia untuk menghentikan
rezim Soeharto yang kala itu berkuasa. Masyarakat Indonesia sudah dibuat kecewa dengan ketidakadilan pemerintah
dan keotoriteran
pemimpin saat itu untuk membungkam rakyat. Akibatnya, meledaklah aksi demonstrasi
rakyat besar-besaran dan berkesinambungaan yang berujung pada
tumbangnya Soeharto.
Ketika Rakyat
Sudah Bergerak, Sekuat Apapun Rezim yang Berkuasa Tentu akan Tumbang. Rakyat menginginkan
perubahan dan pergantian pemimpin yang dinilai tidak lagi membela kepentingan
masyarakat. Harapanya pemimpin yang akan datang mampu membawa Indonesia dalam
keadilan dan kemakmuran, kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
keutuhan bangsa dan bernegara, sehingga Indonesia menjadi kuat di mata dunia.
Spiritual
Leadership: Moving People on to God's Agenda
Seperti kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak
hanya terdiri dari tubuh atau fisik yang bisa terlihat wujudnya saja, melainkan
juga ada yang tersembunyi dibaliknya. Yang tersembunyi (inner power) itu adalah jiwa, akal pikir dan hati nurani.
Nah, bagian dari diri kita yang tersembunyi itu sesungguhnya adalah kekuatan
yang sangat besar yang bisa kita manfaatkan untuk menjadi
seorang pemimpin yang baik.
Kekuatan tersembunyi (inner power) itu adalah
kekuatan metafisik atau spiritual yang berhubungan dengan keindahan
jiwa, bukan keindahan fisik. Pemimpin yang memiliki hati yang bersih dan
pikiran yang positif, sudah pasti memiliki sikap yang baik. Kebaikan adalah
nilai-nilai spiritual yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan, usia,
kekayaan, jabatan, jenis kelamin, bahkan agama.
Dengan kalimat yang indah, seorang tokoh sufi
Jalaluddin Rumi berkata; “Sampai kapankah engkau akan terpikat oleh
bentuk bejana? Tinggalkanlah ia: Pergi, airlah yang harus engkau cari! Hanya
melihat bentuk, makna tak akan engkau temukan.”
Insya Allah melalui tulisan ringkas ini, sebagai
seorang Spiritual Business Consultant, kami berupaya mendeskripsikan peran
kepemimpinan spiritual (spiritual leadership) atau
kepemimpinan profetik untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang
membawa dimensi keduniawian kepada dimensi spiritual (keilahiyan).
Allah adalah pemimpin sejati yang mengilhami, mempengaruhi, melayani
dan menggerakkan hati nurani hamba-Nya dengan cara yang sangat bijaksana melalui
pendekatan etis dan keteladanan. Allah Memimpin di Segala Jalan. Meskipun
jalan-jalan yang harus kita lalui acapkali terasa tidak menyenangkan, namun
sesungguhnya Allah tahu persis jalan mana yang harus ditempuh untuk sampai ke
tempat tujuan.
Allah membimbing kepada cahaya-Nya : “Cahaya
di atas cahaya (berlapis-lapis/ nuurun
‘ala nuurin), Allah membimbing kepada cahaya-Nya
siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nuur:35).
Sejarah Nusantara mencatat dengan tinta emas bahwa
kepemimpinan spiritual ala Maha Patih Gadjah Mada dari kerajaan Majapahit
terbukti berhasil membawa kemajuan suatu negara. Demikian pula kepemimpinan
spiritual Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon dan Raden Fatah di
Kesultanan Demak telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang Beliau-beliau
pimpin.
Seiring dengan itu masih ada sederet kisah heroik para
pemimpinan spiritual di Bumi Nusantara ini, seperti Ratu Kalinyamat, Sultan
Agung, Pangeran Diponegoro, Tuanku nan Renceh, Sultan Hasanuddin, Sultan
Iskandar Muda, Sultan Alam Bagagar Syah dan lainnya.
Jadi, kepemimpinan spiritual sangat efektif untuk membangun masyarakat madani. Kepemimpinan spiritual terbukti mampu menggerakkan masyarakat untuk meningkatkan Kualitas Hidup Umat. Kepemimpinan berlandasan spiritual itu menyangkut beberapa hal, sebagai berikut :
- Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kesalehan, kepemimpinan oleh roh perang suci dan kepemimpinan total. Hati, kepala, dan tangan mereka digunakan untuk melayani dan ketaatan demi Allah (mardatillah),
- Kepemimpinan Spiritual adalah bagaimana menciptakan keadilan bagi yang dipimpinnya. Pasalnya, sisi keadilan merupakan penentu bagi kemajuan sebuah negara, daerah, atau dalam ruang lingkup yang lebih kecil,
- Spiritualitas yang berkembang dalam kepemimpinan adalah spiritualitas asketis. Spiritualitas pertapa adalah ketaatan yang intensif kepada Tuhan yang menghasilkan perbuatan baik
Dengan demikian, Kepemimpinan Spiritual itu Menggerakkan Orang ke Agenda Allah, antara lain:
- Beribadah Kepada Allah SWT,
- Menjadi Khalifah-Nya di Bumi,
- Menegakkan Keadilan,
- Amar Ma'ruf Nahi Mungkar,
- Beramal Shaleh,
- Membangun Masyarakat Madani. Baldhatun Thayyibah wa Rabbun Ghafur,
- Membangun Peradaban Adhi Luhung. Toto Tentrem Kerto Raharjo. Gemah Ripah Loh Jinawi.
Menurut Guru Besar Fakultas Ushuluddin Dan Studi Islam
UIN SU, Khaidir Anwar, kepemimpinan spiritual itu dilandasi
semangat amal shaleh (berbuat kebajikan). Pemimpin spiritual
bekerja karena panggilan dari hati nurani semata mengharap ridha Allah.
Mengembangkan perilaku etis dalam bekerja melalui pembudayaan rasa syukur,
ikhlas, dan sabar mengemban amanah.
Seorang Pemimpin Spiritual rela bersusah payah, tak
kenal waktu dan lelah untuk memberikan kontribusi terbaiknya. Ia bekerja bukan
semata karena jabatannya, melainkan panggilan hati nuraninya, panggilan
spiritualitasnya sebagai hamba Allah dan mendedikasikan seluruh hidupnya untuk
Allah.
Karena ia memiliki kesadaran pribadi dan jati diri
kokoh serta kepercayaan mendalam bahwa Allah senantiasa membimbingnya,
mampu membuat dirinya menjadi tenang dan bahagia dimanapun berada. Alquran
mengatakan: “Ketahuilah, dengan
menghadirkan Allah dalam dirinya, hati akan menjadi tenang” (QS
Al-Ra’du : 28).
Satrio Pinandito
Sinisihan Wahyu
Menjadi Pemimpin Umat di Negara sehebat Indonesia
memang tidak Mudah. Indonesia adalah Negara besar yang mempunyai 17.491 pulau,
mulai dari Sumatera hingga Papua, seluas 5.180.053 km persegi. Penduduknya saat
ini berjumlah 265 juta orang dari beragam etnis bangsa yang menganut berbagai
agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Letaknya yang strategis,
terbentang di antara dua benua, diapit oleh dua samudera dengan kekayaan
alamnya yang melimpah di darat dan di lautan tentu saja menjadi incaran
Negara-negara lain.
Oleh karena itu, seorang calon Pemimpin Umat masa depan setidaknya harus menguasai tiga hal utama, yaitu:
- Memahami, Menghayati dan Mengamalkan Spiritual Islam Transformatif,
- Sadar Budaya dan Menguasai Sejarah Nusantara,
- Cerdas Intelektual dan Mumpuni dalam Sains Islam Modern.
Karena itulah, pentingnya seorang Pemimpin Umat di Bumi
Nusantara ini melakukan Perjalanan Spiritual Napak Tilas Sejarah
Kejayaan Nusantara. Pada saat kita menelusuri Sejarah Nusantara,
berarti kita sedang Menapaki Jejak Para Tokoh Spiritual Nusantara. Bila
Kita tekun menelisik, mempelajari dan melakoni ajaran dan laku spiritual
Beliau-beliau itu, Insya Allah, kita mampu Menyingkap Tabir Rahasia Kekuatan
Spiritual Nenek Moyang kita.
Dalam perjalanan menapak tilas para tokoh spiritual
Nusantara, maka kita akan berjumpa dengan istilah Satrio Piningit dalam
berbagai literature kuno, cerita rakyat (folklore) maupun kisah-kisah penuh
hikmah dari para Guru Mursyid kita. Satrio Piningit merupakan sosok pemimpin
yang merangkum tiga karakter kepemimpinan.
Pertama, Satria Bayangkara yaitu sosok
pemimpin yang bersikap adil, berjiwa pemaaf terhadap lawan-lawan politiknya dan
mengayomi. Kedua, Satria Panandita merupakan sosok pemimpin yang religius, jujur,
adil, tegas, dan pengemban amanah kemaslahatan umat. Ketiga, Satria
Raja adalah sosok negarawan yang mengabdi demi rakyat, bukan abdi
negara demi kekuasaan yang korup.
Ronggowarsito menyebut tujuh orang yang dinamakan Ratu
Adil atau Satrio Piningit. Ketujuh orang tersebut masing-masing: Satrio
Kinunjoro Murwo Kuncoro; Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar; Satrio
Jinumput Sumelo Atur; Satrio Lelono Topo Ngrame; Satrio Piningit Hamong Tuwuh;
Satrio Boyong Pambukaning Gapuro; dan Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu.
Karena itulah, menurut Muhammad Ghufron Mustaqim untuk
menyelesaikan permasalahan bangsa dan mengembalikan kejayaan Nusantara, kita
harus memiliki pemimpin yang “Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu."
Budayawan Emha Ainun Nadjib pun menegaskan untuk
kebangkitan Indonesia yang sesungguhnya, diperlukan seorang pemimpin yang
ksatria, menguasai peta masalah, jantan tegas, professional, cakap manajemen.
Satrio. Juga harus pinandito: memiliki kapasitas spiritual, aura, awu, wibawa,
berani menindas dunia di dalam dirinya, ringan menepis nafsu keduniaan. Bahkan
sinisihan wahyu: setiap langkah dan perilakunya relevan dan terbimbing oleh “al-yad
al-khair”, tangan bajiknya Tuhan.
Jadi, Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu
adalah tokoh pemimpin yang amat sangat religius sampai-sampai digambarkan
bagaikan seorang resi begawan (Pinandito) dan akan senantiasa
bertindak atas dasar hukum / petunjuk Tuhan Yang Maha Esa (Sinisihan Wahyu), dengan
selalu bersandar hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka bangsa ini akan mencapai
zaman keemasan yang sejati.
Semoga Allah berkenan mengutus tokoh Satrio
Pinandito Sinisihan Wahyu untuk memimpin Indonesia ke depan, yaitu
pemimpin yang bersifat atau berkarakter pinandhita (kiyai/ulama) dan sinisihan
wahyu (mendapat Ilham, rahmat, kurnia dari Allah).
Mari Kita Berdo'a: "Allahumma laa tusallith 'alainaa
bidzunubinaa man laa yakhafuka fiinaa wa laa yarhamunaa."
"Yaa Allah dikarenakan dosa-dosa kami, janganlah
Engkau kuasakan (beri pemimpin) orang-orang yang tidak takut kepada-Mu atas
kami dan tidak pula bersikap rahmah kepada kami."
Aamiin Yaa
Rabbal 'Alamin! (az)