SKJENIUS.COM, Jakarta.-- IRONIS memang! Betapa tidak? Rakyat di Negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam berlimpah ruah harus menanggung beban Utang Luar Negeri Pemerintah yang Menggunung sampai Rp 6.076 Triliun pada Agustus 2020. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus melorot. Sementara itu, total penganggur per Februari 2020 adalah 6,88 juta orang. Jumlah Rakyat Miskin pun meningkat menjadi 26,42 juta orang per Maret 2020.
Tak bisa
dipungkiri bahwa bidang ekonomi memiliki peran yang signifikan terhadap
perkembangan dan kemajuan suatu negara. Negara dikatakan maju apabila memiliki
tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, yang ditunjukkan oleh nilai
produk domestik bruto atau pendapatan nasionalnya.
Tak heran jika
Presiden Jokowi pun berusaha menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia agar
meroket sampai 7 persen. Namun, harapan memang tak selalu jadi kenyataan. Ekonomi
Gagal Meroket, bahkan anjlok pada Kuartal II Minus 5,32%. Siap-siap
Resesi di Depan Mata?
Berdasarkan
berbagai data resmi dari pemerintah di atas, dalam beberapa minggu terakhir,
para ekonom senior dan akademisi dari berbagai kampus ramai menyoroti kondisi
ekonomi Indonesia yang berada di bawah bayang-bayang resesi, dalam beberapa
seminar lewat webinar maupu tulisan di media massa. Mereka juga membedah
dan membeberkan akar permasalahan, mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia
melorot, padahal utang pemerintah makin menumpuk?
Para ekonom
mengingatkan, resesi tak hanya berdampak bagi perekonomian negara, masalah
resesi ekonomi tentunya sangat berdampak bagi masyarakat. Pasalnya, resesi
adalah hasil, resultansi dari ekonomi yang menciut. Ekonomi bisa menciut karena
penurunan aktivitas dunia usaha dan rumah tangga.
Adapun dampak
yang akan dirasakan masyarakat jika terjadi resesi yakni : Banyaknya Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), Instrumen Investasi Terancam. Aktifitas di pasar keuangan
yang dilakukan masyarakat juga bisa ikut terdampak resesi, Dampak lainnya juga
mungkin akan dirasakan oleh para pelaku industri khsusnya UMKM. Sebab jika
terjadi resesi, daya beli masyarakat akan menurun.
Economic Recession in 2020: What Steps Can You
Take Now?
Apa Itu Resesi
Ekonomi? Dikutip dari Business
Insider, resesi adalah penurunan ekonomi yang signifikan dan menyebar ke
seluruh sektor ekonomi yang berlangsung lebih dari beberapa kuartal. Para ahli
menyatakan resesi ketika ekonomi suatu negara mengalami Produk Domestik Bruto
(PDB) negatif selama dua kuartal berturut-turut, meningkatnya tingkat
pengangguran, penurunan penjualan ritel, dan kontraksi pendapatan dan manufaktur
untuk jangka waktu yang lama.
Resesi
menimbulkan efek domino kepada kehidupan warga suatu negara yang sedang
mengalaminya. Misalnya investasi yang anjlok saat resesi akan secara otomatis
membuat angka pemutusan hubungan kerja (PHK) naik signifikan dan menghilangkan
sejumlah lapangan pekerjaan. Produksi atas barang dan jasa pun merosot sehingga
menurunkan PDB nasional.
Sehubungan dengan
hal tersebut di atas, menarik untuk kita simak pendapat Ichsan Emrald Alamsyah
dalam tulisannya "Bayang-bayang Resesi yang Selalu Menghantui" di
Republika.co.id, resesi akan senantiasa berulang selama sistem ekonomi yang
diterapkan adalah sistem kapitalis. Ada
tiga hal yang menjadi penyebabnya.
Pertama, ekonomi
kapitalis merupakan monetary based
economy. Artinya, ekonomi kapitalis adalah ekonomi berbasis sektor
moneter atau keuangan yang merupakan sektor non riil. Keuntungan ekonomi tidak
diperoleh dari kegiatan investasi produksi barang dan jasa. Keuntungan itu
diperoleh melalui investasi spekulatif dalam sektor non riil. Misalnya, melalui
kredit perbankan serta jual beli surat berharga seperti saham dan obligasi.
Dengan ekonomi berbasis moneter seperti ini, kapitalisme tidak bisa dilepaskan
dari riba.
Karena berbasis
riba, sistem moneter ini justru membahayakan sistem keuangan secara
keseluruhan. Akan ada obligasi yang tidak dibayar (default) dan kredit macet. Jumlahnya pun akan terus
bertambah dari waktu ke waktu. Hal ini akan mempengaruhi sektor riil dan
perekonomian secara umum.
Kedua, ekonomi
kapitalis adalah ekonomi berbasis flat
money atau uang kertas. Sejak dolar AS tidak lagi dikaitkan dengan
logam mulia pada tahun 1970-an, mata uang yang berlaku hanya berlandaskan pada
kepercayaan. Karena tidak ditopang dengan logam mulia, nilai intrinsik
uang kertas tidak sama dengan nilai nominalnya. Karenanya, uang kertas
mempunyai kelemahan mendasar, yaitu terkena inflasi permanen.
Ketiga, ekonomi
kapitalis merupakan ekonomi berbasis utang. Utang yang dilakukan oleh
negara-negara pengemban kapitalis maupun negara-negara berkembang dari tahun ke
tahun terus meningkat. Saat utang semakin membebani negara, negara bisa saja
mencetak uang baru. Hal ini akan menyebabkan inflasi. Inflasi yang terjadi di
negara besar, akan berdampak pula pada negara berkembang.
Ketiga hal inilah
yang berperan dalam mendukung eksistensi ekonomi kapitalis. Ketiganya
bersinergi untuk menutupi cacat bawaan sistem ekonomi kapitalis yang rapuh dan
mudah tergoncang.
Dengan demikian,
kita berharap dan berdo'a, semoga pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, mampu
menjadikan ancaman resesi ekonomi di tengah Prahara Covid-19 ini, sebagai
Titik Balik (turning point) kembali ke Jati Diri bangsa yang
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan mengembangkan Sistem
Ekonomi Pancasila yang ber basiskan spiritualitas dan gotong royong.
Spiritual Economics: The Principles and
Process of True Prosperity
"Islam, budaya dan spiritualitas
merupakan hal penting dalam membangun ekonomi Indonesia." - Kyai Ageng Khalifahtullah Malikaz Zaman.
Mau tidak mau,
semua pihak tidak ada yang menyangkal bahwa era new era adalah
keniscayaan. Pandemi Covid-19 telah mempercepat proses perubahan dunia menuju Tatanan
Dunia Baru. Hanya perdebatan terjadi terkait bagaimana memaknai dan
memulainya. Lonceng kematian Sekalarisme Kapitalis semakin kuat terdengar,
dengan krisis keuangan yang dialami oleh AS dan negara-negara Eropa saat
ini.
Indonesia, dengan
kekayaan alam yang berlimpah dan letak geografisnya yang strategis diantara dua
benua dan dua samudera memiliki modal untuk menjadi negara besar yang akan
memimpin Tatanan Dunia Baru tersebut. Dengan langkah yang tepat, Indonesia
sesungguhnya bisa memperluas pengaruhnya dan merontokkan hegemoni Amerika
Serikat sebagai negara terkuat. Karena itulah, berbagai bentuk kesiapan
dan persiapan semua pihak sudah mesti harus dilakukan sejak hari ini juga.
Dengan kekayaan
alam yang berlimpah dan Sumber Daya Manusia yang tangguh,
Indonesia memiliki pondasi kuat untuk menjadi negara yang hebat dan kuat di
masa depan. Sedangkan negara-negara kapitalis yang disebut sebagai Super Power,
saat ini sedang dilanda krisis ekonomi yang parah. Karena itu, mereka
menyadari, bahwa Indonesia berada di posisi yang strategis dan tentu saja
berniat untuk menjalin hubungan dan melakukan investasi besar-besaran untuk
perkembangannya.
Oleh karena itu, pemerintah
perlu melakukan Rekonstruksi Sistem Ekonomi Indonesia. Pasalnya, ketika
kapitalisme yang membawa semangat sekularisme telah gagal menciptakan
pembangunan ekonomi yang adil, maka Indonesia harus bangkit dengan
mengembangkan Sistem Ekonomi Pancasila yang ber basiskan spiritual dan kearifan
budaya Nusantara.
Alhamdulillah! Beberapa krisis yang terjadi selama ini telah
membuka kesadaran kolektif kita akan kelemahan sistem ekonomi konvensional
(baca: kapitalis-sosialis). Keduanya
sering dihadapkan pada permasalahan pelik yang diakibatkan oleh krisis ekonomi.
Dari sinilah kita berpikir untuk mencari sebuah sisitem ekonomi alternatif yang
lebih berkeadilan dan menyejahterakan rakyat.
Mungkin tidak
berlebihan jika pilihan terbaik untuk menggantikan sistem ekonomi konvensional
adalah ekonomi yang didasarkan pada Islam, budaya Nusantara dan Spiritualitas
yang merupakan hal penting dalam membangun ekonomi. Sekaranglah saatnya kita
menjadikan Ekonomi Pancasila yang berbasis Spiritual Sebagai Mainstream Ekonomi
RI.
Menurut Ketua
Dewan Syura Majelis Dakwah Al-Hikmah, Kyai Ageng Khalifahtullah Malikaz Zaman, Ekonomi
Berbasis Spiritual adalah sebuah sistem ekonomi yang berbasiskan
spritualisme, nilai-nilai budaya dan agama. Sehingga dari spiritual tersebut
melahirkan tata perekonomian yang juga melibatkan norma dan moral sekaligus,
dalam tataran pelaksanaan perekonomian bangsa dan negara.
Ekonomi spiritual
adalah jawaban atas kegagalan dari sistem ekonomi positif atau konvensional (kapitalis-sekuler) yang berkembang
pesat semenjak abad 18 dan 19. Bahkan negara-negara yang semula mendukung
dan menjadi basis sistem ekonomi konvensional (kapitalis dan neoliberal) pun sudah mulai mengecam kebobrokan
sistem ekonomi yang berbasiskan Individualisme dan Riba itu.
Paus Fransiskus
saat berbicara tentang kapitalisme dan pandemi corona dalam ensiklik terbarunya
menilai, Kapitalisme Gagal Lindungi Kemanusiaan Selama Pandemi. Pemimpin Gereja
Katolik dan sekaligus kepala negara Negara Kota Vatikan itu mencela "teori ajaib" kapitalisme yang
menurutnya sering dipandang "sebagai
satu-satunya solusi untuk masalah sosial."
"Kerapuhan sistem dunia dalam menghadapi
pandemi telah menunjukkan bahwa tidak semuanya dapat diselesaikan dengan
kebebasan pasar," tulis Paus
Fransiskus.
Menurut saya,
pada sistem ekonomi kapitalis yang menganut kebebasan pasar, ternyata pasar
tidak bisa mengatur bagaimana golongan masyarakat miskin bisa menikmati barang
dan jasa yang dibutuhkan untuk kesejahteraan mereka.
Karena konsep
pasar adalah barang siapa yang mempunyai kemampuan daya beli diatas harga pasar
dia yang bisa menikmati barang tersebut. Yang memiliki kemampuan dibawah harga
tidak bisa menikmatinya. Inilah kegagalan konsep distribusi berdasarkan pasar.
Semoga tidak
berlebihan, jika disebut Ekonomi Spiritual telah
menjadi antithesa bagi aliran ekonomi positif. Terlebih semenjak memasuki
abad 21 ekonomi spiritual di berbagai belahan dunia sudah berkembang pesat dan
bersiap mereposisi mainstream perekonomian global secara perlahan tapi pasti.
Insya Allah,
Ekonomi Spiritual mampu membimbing 267 rakyat Indonesia melalui tantangan
zaman yang sulit, menuju kemakmuran dan pengalaman kelimpahan sejati. Kita
harus yakin bahwa kemakmuran tidak ada hubungannya dengan fluktuasi ekonomi
dunia saat ini. Karena segala sesuatu dalam ekonomi sangat berbanding lurus
dengan Keimanan dan Keyakinan Pada Tuhan Yang Maha Esa, kepercayaan pada diri
sendiri serta pengelolaan potensi negera kita yang kaya raya ini sesuai
Petunjuk-Nya.
“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (QS: Al-A’raf :
96).
Karena itulah
sangat penting untuk mengembangkan Sistem Ekonomi Pancasila yang berbasiskan Spiritual,
Agama dan Budaya Nusantara. Kita harus mengembangkan sistem perekonomian yang
memiliki kebijakan ekonomi pro rakyat, yang diarahkan untuk mempromosikan
ekonomi UMKM yang mendukung keragaman produksi dan kreativitas bisnis dan
memungkinkan lapangan kerja diciptakan, bukan sekadar mengejar investor asing
dan aseng. Semoga! (az).