SKJENIUS.COM, Cikarang.-- MIRIS! Kemerosotan ekonomi mengakibatkan roda perekonomian melambat. Akibatnya pertumbuhan ekonomi anjlok bahkan menuju resesi. Tanpa perputaran aktivitas ekonomi, bisa ditebak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal sudah pasti terjadi. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat hingga 31 Juli 2020, jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun dirumahkan mencapai 3,5 juta lebih. Padahal, Sebelum Ada Pandemi, Pengangguran RI Sudah 6,88 Juta Orang!
Maka,
jumlah pengangguran semakin meningkat. Sementara penyerapan tenaga kerja makin
rendah. Sehingga kompetisi semakin berat di antara para pelamar pekerjaan.
Sehingga, Persaingan Kerja Makin Ketat. Sulitnya mencari pekerjaan di tengah
ekonomi Indonesia yang terkontraksi ternyata memang wajar. Analisis big data
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat lowongan kerja memang menyusut.
Jumlah
iklan lowongan Januari 2020 sempat mencapai 12.168, lalu turun menjadi 11.103
(Maret), 6.134 (April), dan 3.726 (Mei). Jumlah perusahaan yang menawarkan
lowongan kerja juga turun. BPS mencatat ada lebih dari 500 perusahaan yang
menawarkan lowongan di jobs.id tiap bulannya hingga Maret 2020. Namun jumlahnya
berkurang 50% menjadi 268 (April 2020) dan 207 (Mei 2020).
Hal
tersebut di atas tentu saja menjadi tantangan yang berat bagi pemerintahan
Jokowi. Pasalnya, pengangguran bukan hanya berdampak buruk pada ekonomi ataupun
dampak yang terlihat saja. Namun juga berdampak pada psikologis orang
tersebut. Pasalnya, sudah berbulan-bulan cari kerja, tetapi belum ada satu pun
yang diterima. Tentu saja, selain bikin stres tak punya uang, pengangguran juga
berdampak pada kondisi kejiwaan seseorang. Jadi pengangguran tak hanya
berdampak pada finansial saja, tetapi juga memengaruhi kondisi mental
seseorang.
Karena
itulah, Pemerintah diminta memperhatikan masalah kesehatan mental masyarakat
selama dan pasca-pandemi dan ancaman resesi. Pasalnya, pandemi dan ancaman
resesi berdampak pada kesehatan fisik dan mental serta mempengaruhi
produktivitas masyarakat dan kondisi sosial ekonomi negara.
MDA CARE HOTLINE : Melayani dengan
Hati
Tahun
2020, nampaknya menjadi tahun yang penuh ujian berat bagi Umat Islam Nusantara.
Sudah Tujuh Purnama berlalu kehidupan masyarakat penuh dengan kejutan
kejutan yang kita tidak menduganya. Banyak hal yang kita rencanakan sebelumnya
dengan matang, malah pada kenyataanya rencana itu meleset begitu saja atau
malah berkebalikan dengan rencana kita. Bahkan, himpitan ekonomi makin parah,
ribuan pengusaha jatuh bangkrut, UMKM Porak-poranda, jutaan orang kena PHK.
Jumlah pengangguran pun meningkat.
Sebagai
Lembaga Dakwah yang mengembangkan Metode
Dakwah Problem Solving, Majelis Dakwah Al-Hikmah tentu saja tak bisa
berpangku tangan menyaksikan berbagai problema kehidupan yang dihadapi Umat,
Bangsa dan Negara. Apalagi, masalah pengangguran juga berdampak pada kesehatan
mental dan stabilitas sosial masyarakat.
Mengingat pentingnya Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental, maka Majelis Dakwah Al-Hikmah meluncurkan MDA CARE HOTLINE, sebagai wujud kepedulian dalam upaya membantu masyarakat dan pemerintah dalam pelayanan kesehatan berbasis Spiritual Care.
MDA Care Hotline merupakan aplikasi kesehatan yang
memberikan solusi kesehatan berbasis Spiritual Care, lengkap dan
berpengalaman dalam melayani kebutuhan kesehatan Anda dan keluarga. Aplikasi
MDA Care Hotline ini dapat Anda manfaatkan untuk berkonsultasi tentang keluhan
kesehatan Anda, setidaknya dalam kasus penanganan cepat yang tidak memerlukan
tindakan medis.
MDA
Care Hotline melayani Anda dengan hati. Semua pelayanan tersebut bertujuan agar
klien merasa puas dan terbantu dengan pelayanan kami. Sukacita dalam melayani
juga akan berdampak sangat positif dalam pelayanan yang kami berikan. Ketika
kami melayani dengan sukacita, sekaligus kami menyalurkan energi positif kepada
klien. Maka dari itu, setiap hari kami berikan yang terbaik dari diri kami
untuk melayani dengan sukacita.
Seorang
Counselor
atau Spiritual
Therapist di MDA Care menganut filosofis yang mempunyai keyakinan di dalam
dirinya bahwa semua manusia adalah makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan
spiritual
yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada
individu yang sama. Dalam implementasinya, praktik pengobatan dan keperawatan
dilakukan dengan menempatkan kilen sebagai partner dengan pemahaman
holistik terhadap manusia, sebagai satu kesatuan fisik, psikis, emosional,
sosial, budaya dan spiritual.
Pendekatan holistik merupakan pendekatan yang paling komprehensif dalam
pelayanan kesehatan, termasuk dalam Spiritual Therapist. Dalam pendekatan ini,
seorang individu merupakan sebuah kesatuan yang terdiri dari dimensi fisik,
mental, emosional, sosio kultural dan spiritual, dan setiap bagiannya memiliki
hubungan dan ketergantungan satu sama lain. Untuk mempertahankan seorang
individu sebagai satu kesatuan, pemenuhan kebutuhan spiritual merupakan salah
satu aspek yang harus diperhatikan disamping pemenuhan terhadap kebutuhan lain.
Jadi, Konsep
Spiritualitas merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam pelayanan
kesehatan. Spiritual care merupakan hal yang penting bagi pasien. Satu–satunya
sumber penyembuhan (healing) bagi pasien terminal adalah spiritualitas mereka.
Pengabaian terhadap aspek spiritual dapat menyebabkan klien akan mengalami tekanan
secara spiritual. Karena itulah dalam melakukan pelayanan kesehatan yang
holistik, pemenuhan kebutuhan spiritual klien dilakukan dengan
pemberian spiritual care.
Religiusitas, Spiritualitas dan
Kesehatan Mental
Kesehatan
mental seorang individu dapat dipahami sebagai kondisi yang menyiratkan bahwa
individu memiliki kemampuan untuk membentuk dan memelihara hubungan kasih sayang
dengan orang lain, untuk tampil dalam peran sosial sesuai dengan budaya mereka
dan untuk mengelola perubahan, mengenali, mengakui, dan mengkomunikasikan
tindakan positif dan pikiran serta untuk mengelola emosi seperti kesedihan. Banyak
faktor yang mempengaruhi kesehatan mental, diantaranya adalah religiusitas dan spiritualitas.
Beberapa penelitian dan pengalaman di Rumah Sehat Al-Hikmah menunjukkan religiusitas
spiritualitas memiliki pengaruh terhadap kondisi kesehatan mental individu.
Spiritualitas dan religiusitas mampu memberikan kekuatan bagi individu yang
mengalami emosi negatif dan keinginan untuk bunuh diri, serta meningkatkan
resiliensi ketika menghadapi tekan hidup.
Religiusitas adalah suatu keadaan, pemahaman dan ketaatan seseorang dalam
meyakini suatu agama yang diwujudkan dalam pengamalan nilai, aturan, kewajiban
sehingga mendorongnya bertingkah laku, bersikap dan bertindak sesuai dengan
ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Baldi
Bukhori mempublikasikan hasil penelitiannya di jurnal Psikologika pada Juli
2006, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara
religiusitas, kebermaknaan hidup dan kesehatan mental siswa, yang mana
religiusitas dan kebermaknaan hidup berkontribusi sebesar 57,2% untuk kesehatan
mental siswa. Penelitian terhadap 82 orang Muslim berusia 18 – 40 tahun di
salah satu kelurahan dan universitas di Kota Malang, yang dipublikasikan oleh
Ghozali dan Dewanti pada Jurnal Psikologi April 2011, juga menemukan bahwa religiusitas
dapat memprediksi kesehatan mental, dengan kata lain keduanya berhubungan
secara positif.
Selain
itu, religiusitas juga berhubungan dengan kebahagiaan dan well-being
(kesejahteraan). Perasaan bahagia dan sejahtera seseorang akan mendukung kesehatan
mentalnya dan mengurangi potensi munculnya gangguan mental.
Muhana
S.Utami melakukan suatu penelitian terhadap 166 mahasiswa Universitas Gadjah
Mada di suatu universitas dengan mengukur subjective well-being
(kesejahteraan subjektif), religiusitas dan coping religius. Hasil penelitian
yang dipublikasikan di Jurnal Psikologi pada Juni 2012 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif antara coping religius yang positif dan subjective well-being mahasiswa, serta
hubungan negatif antara coping religius negatif dengan subjective well-being mahasiswa.
Spiritualitas dapat diartikan sebagai kekuatan yang membuat seseorang memiliki
kepercayaan tentang sesuatu yang melampaui seseorang atau tujuan dan makna alam
semesta yang lebih tinggi dan lebih besar; mengetahui di mana letak atau tempat
seseorang di dalam suatu skema yang lebih luas; serta memiliki kepercayaan
terkait makna hidup yang kemudian membentuk tindakan serta memberikan
kenyamanan dan kebahagiaan. Spiritualitas juga menyangkut, tetapi tidak dibatasi,
dengan kepercayaan terhadap Allah dan agama (religiousness).
Berdasarkan
berbagai penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa religiusitas dan
spiritualitas berkontribusi terhadap kesehatan mental. Seiring dengan itu,
penelitian di Rumah Sakit Islam Kalimasada Yogyakarta, menunjukkan bahwa aspek
spiritualitas-religiusitas merupakan variabel kedua terkuat yang mempengaruhi
keputusan pasien berobat. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan
spiritual-religiusitas di rumah sakit dapat meningkatkan daya tarik pasien yang
membutuhkan jasa perawatan kesehatan. Sehingga penerapan aspek
spiritual-religiusitas yang baik diharapkan sebagai suatu unit kegiatan
pelayanan kesehatan ini, MDA Care Hotline dapat meningkatkan mutu pelayanan kepada
umat dalam dunia kesehatan.
The Power of Iman and Mental Health:
Religious Resources for Healing
Prof.
DR. Hj. Zakiah Daradjat secara mendefinisikan kesehatan mental dengan ”terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh
antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu
dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan”.
Dalam
MDA Care, metode perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental menggunakan Metode Imaniah. Iman secara harfiah
diartikan dengan rasa aman (al-aman) dan kepercayaan (al-amanah).
Orang yang beriman berarti jiwanya merasa tenang dan sikapnya penuh keyakinan
dalam menghadapi problem hidup.
Dengan
iman, seseorang memiliki tempat bergantung, tempat mengadu, dan tempat memohon
apabila ia ditimpa problema atau kesulitan hidup, baik yang berkaitan dengan
perilaku fisik maupun psikis. Ketika seseorang telah mengerahkan daya upayanya
secara maksimal untuk mencapai satu tujuan, namun tetap mengalami kegagalan,
tidak berarti kemudian ia putus asa atau malah bunuh diri. Keimanan akan
mengarahkan seseorang untuk mengoreksi diri apakah usahanya sudah maksimal atau
belum.
Berkaitan
dengan keimanan kepada Allah,
tentu Anda pernah menghayati dan mengalami serta merasakan bahwa iman Anda
telah membantu Anda melewati masa-masa sulit Anda. Keyakinan Anda akan
pertolongan Allah telah membuat Anda mampu mengatasi stres dalam hidup
sehari-hari? Iman Anda mendorong Anda untuk melakukan sesuatu yang signifikan
dan bermakna dalam kehidupan Anda sehingga membuat Anda merasa lebih
bahagia.
Dengan
demikian, pandangan seseorang terhadap Allah akan melahirkan tindakan yang
berbeda, termasuk koping religius yang berbeda (positif atau negatif).
Prasangka kita terhadap Allah, itulah yang akan ditunjukkan kepada kita. Ketika
kita berprasangka baik maka segala sesuatu dapat terlihat positif, namun
sebaliknya, jika kita berprasangka buruk maka bermunculanlah hal negatif.
Dalam
sebuah Hadits Qudsy dijelaskan bahwa sesungguhnya Allah berfirman , “Aku
sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa
kepada-Ku.” (HR. Muslim)
Ibnu
Atha'illah dalam kitab Hikam mengungkapkan bahwa siapa yang ingin
mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka lihatlah seberapa tinggi kedudukan
Allah dalam hatinya. Demikian pula, siapa yang ingin mengetahui seberapa dekat
Allah dengan dirinya, maka lihatlah seberapa dekat Allah dengan hatinya.
Dalam
hadits ini tersirat sebuah ajakan dari Rasulullah SAW agar kita berusaha selalu
dekat dengan Allah SWT, berbaik sangka (husnudzan) dan tidak berburuk sangka
(su'udzhan)
kepada-Nya. Karena Allah SWT "berbuat" sesuai prasangka
hamba-Nya. Bila seorang hamba berprasan]gka bahwa Allah itu jauh, maka Allah
pun akan "menjauh", sebaliknya bila ia berprasangka bahwa Allah itu
dekat, maka Allah pun akan "mendekat" kepadanya.
Lewat
hadits ini Rasulullah SAW pun mengajarkan umatnya untuk selalu berpikir positif
dalam segala hal. Karena semua kejadian, apa pun itu, berada sepenuhnya dalam
genggaman Allah SWT dan terjadi karena seizin-Nya. Dengan berpikir positif,
seseorang akan mampu menyikapi setiap kejadian dengan cara terbaik.
Selain
itu, ia pun akan mampu menghadapi hidup dengan optimis. Betapa tidak, ia dekat
dengan Allah Dzat Penguasa yang ada. Berbaik sangkalah untuk bisa meningkatkan
kesehatan mental kita. (az).