SKJENIUS.COM, Jakarta.-- Tujuh Purnama sudah berjalan kita hidup penuh kerisauan. Pasalnya,
ekonomi dan keuangan global saat ini tengah mengalami krisis akibat pandemi
corona. Indonesia pun tak luput dari hantaman perpect storm ini, ekonomi RI Anjlok pada Kuartal II 2020, Minus
5,32 Persen. Karuan saja hal ini membuat kita semua risau terhadap kesehatan,
pekerjaan, penghasilan dan keuangan.
Apalagi, dalam situasi tak menentu di tengah Pandemi
Covid-19 ini, perekonomian Indonesia pun terperosok ke jurang resesi. Masuknya
RI pada zona resesi tentunya berdampak bagi perekonomian yang secara tidak
langsung juga kepada masyarakat. Apalagi kasus penyebaran Covid-19 terus naik
hingga saat ini.
Beberapa ekonom pun melihat dampak yang terjadi akibat
resesi ini sangat signifikan, mulai dari pengangguran yang meningkat karena
terjadi PHK massal hingga inflasi yang rendah karena merosotnya daya beli
masyarakat. Selain adanya gelombang PHK massal, angka kemiskinan juga bisa naik
tajam karena masyarakat rentan miskin sedikit persediaan cash-nya. Bahkan
di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pun masyarakat akan sulit.
Namun, jangan terlalu khawatir, apalagi panik dengan
adanya resesi, Insya Allah, resesi bukanlah akhir segalanya. Tetapi, sebagai
rakyat kecil, mau tidak mau, kita harus tetap berjaga-jaga dan mengelola
keuangan secara bijak dalam menghadapi risiko resesi. Tidak boros, memanfaatkan
penghasilan secara bijak, usahakan terus menabung untuk bisa digunakan ketika
diperlukan.
Seiring dengan itu, Kita harus mulai membenahi sistem
perekonomian untuk bersiap menghadapi apapun yang akan terjadi di masa
mendatang. Sehingga, mulai hari ini, kita tidak perlu hidup dalam kerisauan
lagi. Namun, sekaranglah Waktu untuk Kebangkitan!
Menjadikan
Resesi Sebagai Momentum Titik Balik Ekonomi
Tak dapat kita pungkiri, hantaman wabah corona telah
membuat perekonomian dunia, termasuk Indonesia porak-poranda. Namun demikian,
bila kita Tafakkuri, kita akan melihat Cahaya-Nya di balik musibah ini. Virus corona, dari persoalan
biologis (kesehatan) menjadi persoalan ekonomis, kini telah bertransformasi
menjadi krisis global. Dan ternyata semua itu, membawa pesan spiritual dari
Langit.
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi Ulul Albab
(orang-orang yang berakal cerdas), (yaitu) orang-orang yang berzikir (mengingat) Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka tafakkur (memikirkan) tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Rabb kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah
kami dari siksa neraka.” (QS. Ali ‘Imran : 190-191).
Pandemi ini, telah membuka mata kita tentang kerapuhan
dan kebobrokan pemikiran ekonomi dunia modern yang didominasi oleh Kapitalisme
dan Sosialisme.
Betapa tidak, dalam tempo 7 purnama, pandemi corona telah meluluhlantakkan
peremomian Negara Kapitalis terbesar, Amerika Serikat dan beberapa
negara sekutunya. Sehingga terpuruk ke jurang resesi. Uni Eropa pun babak
belur. Komisi Uni Eropa mirip dengan manusia yang mandul. Mereka bingung dan
kacau seperti kelinci yang ketakutan: bingung, tertegun, dan lumpuh. Mereka
tidak siap menghadapi angka kematian yang tinggi, yang dialami oleh Italia,
Spanyol, Perancis, dan negara Uni Eropa lainnya.
Mereka semua bingung, tak berdaya. Pasalnya, harus
merespons secara simultan krisis kesehatan, krisis ekonomi, krisis sosial,
krisis keuangan dan, yang tidak boleh diabaikan, krisis politik. Maka, lonceng
kematian kapitalis pun semakin kuat terdengar, dengan adanya krisis keuangan
yang dialami oleh AS dan negara-negara Eropa saat ini.
Pasar saham dunia terguncang. Krisis ekonomi globalpun
diambang pintu. Ekonomi Kapitalisme tengah tenggelam dalam kehancurannya.
Kehancuran ekonomi kapitalisme tidak bisa dibendung lagi. AS telah mengalami
krisis finansial yang sangat serius dan telah menyebabkan resesi, jika salah
menanganinya akan berdampak sangat serius, bahkan depresi.
Namun yang jelas, krisis ini akan terus membesar.
Krisis ini juga kembali membuktikan bahwa sistem kapitalisme sangat rapuh yang
dikenal dengan The Bubble Economy . Ekonomi kapitalisme bagaikan balon yang
terus membesar namun sangat rapuh
Sistem kapitalis dibangun atas dasar kerakusan.
Ideologi materialisme yang hanya mementingkan kekayaan telah membuat masyarakat
terutama pemilik modal besar menjadi rakus. Tidak pernah puas terhadap produksi
yang mereka hasilkan dan tidak pernah puas terhadap prilaku konsumtif
mereka. Dalam pemikiran ekonomi kapitalis modern, keserakahan dan
keegoisan ditegakkan sebagai penuntun 'tangan tak terlihat' (invisible hand) dari pasar dan karena
itu dibebaskan dari pertimbangan moral.
Karena itu, sudah waktunya bagi kita untuk
mendefinisikan kembali nilai-nilai kita sebagai bangsa yang mewarisi Budaya
Luhur Nusantara dan Spiritual
Islam dalam upaya membangun sistem ekonomi yang adil untuk kebaikan
bersama. Marilah Kita Jadikan Resesi Sebagai Momentum Titik Balik Ekonomi
Indonesia dengan Mengembangkan Sistem Ekonomi Pancasila.
Keseimbangan
antara Material dan Spiritual dalam Ekonomi
Banyak orang bijak, filsuf, dan teolog sepanjang
sejarah telah mengingatkan kita bahwa ada dua kekuatan yang bekerja dalam
masyarakat, material dan spiritual. Jika salah satu dari
keduanya diabaikan atau mereka akan tampak bertentangan satu sama lain:
masyarakat pasti akan terfragmentasi, perpecahan dan perpecahan akan
menampakkan diri dengan kekuatan dan frekuensi yang meningkat.
Jelas bahwa inilah yang sebenarnya terjadi dalam Krisis
Global hari ini. Dunia sedang mengalami situasi ketidakseimbangan dan ketidakharmonisan,
antara lahir batin, antara individu dan para kapitalis (pemilik modal).
Hanya kebangkitan kembali jiwa manusia
yang akan menyelamatkan kita dari ekstrem terburuk kita sendiri. Kekayaan
fisik harus sejalan dengan kekayaan spiritual, moral dan etika.
Sejak runtuhnya sektor keuangan, perbankan dan
ekonomi-pada saat krisis ekonomi yang menghantam negara-negara Uni Eropa pada
2008-2009 menyebabkan sekitar 17 negara memasuki masa resesi-banyak artikel,
makalah dan buku telah ditulis tentang mengapa skandal seperti itu terjadi,
tentang apa yang salah, sehingga
mengalami resesi ekonomi?
Namun, analisis ini, pada umumnya, sebagian besar
didasarkan pada ekonomi krisis dan pada gilirannya menyarankan solusi
ekonomi-saja. Tapi seperti yang bisa kita lihat paling jelas, semakin
banyak alat ekonomi yang digunakan, semakin dalam krisisnya.
Jadi berbeda, dengan mereka yang memiliki watak lebih
spiritual, dengan perhatian pada akal sehat, semua setuju tentang peran satu
elemen penting dalam semua krisis ini: ketidakjujuran yang dipicu oleh
keserakahan. Kita lupa dengan risiko kita sendiri bahwa kejujuran dan
keserakahan pada dasarnya adalah masalah spiritual dan moral.
Lebih jauh, mereka tahu bahwa tidak ada bagian dari
kehidupan manusia yang dapat beroperasi tanpa nilai-nilai ini, tidak terkecuali
bidang bisnis, perdagangan, media dan pemerintahan. Jadi, apa yang Harus
Dilakukan?
Kita harus dapat mengubah cara pandangan yang antropocentrik
kapitalistik kepada ecocentrik-etik-religius, yang telah
berlangsung selama sekian dasawarsa dan sekian abad. Dunia tempat kita berada
terobsesi mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa mengindahkan etika-religius. Dunia
tempat menguras sumber daya secara berlebihan dan konsumerisme yang tak
terpuaskan. Dunia yang didorong oleh “kerakusan”, bukannya kebutuhan. Jika
jalan ini yang kita tempuh, kita hanya akan menemukan lebih banyak persoalan.
Jalan ini akan semakin membawa kita menuju kerusakan lingkungan. Hutan semakin
gundul.
Karena itulah, tak ada jalan lain, kita harus kembali
ke Jati Diri bangsa yang berdasarkan Pancasila. Sekaranglah waktunya untuk
Mengembangkan Sistem Ekonomi Pancasila dengan Serius, Terstruktur, Sistematis
dan Massive. Sebagai jawaban atas tantangan zaman. Sekaligus solusi terbaik
untuk mengatasi pandemi dan memulihkan ekonomi yang sedang resesi.
Tugas besar yang terpampang di depan kita adalah
merekonstruksi pemahaman Sistem Ekonomi Pancasila yang mampu merespons
kebutuhan manusia modern. Pada wilayah ini, rekonsiliasi teologi, ekonomi dan
antropologi, yang bermuara kepada kajian teosofi dan antroposofi, merupakan
tuntutan sejarah.
Sistem Ekonomi Pancasila berusaha mewujudkan
keseimbangan antara kebutuhan individu dan sosial masyarakat. Seorang manusia
yang Pancasilais diharapkan peduli dengan sesama manusia ketika melakukan
aktivitas bekerja atau berbisnis. Keadilan sangat dijunjung dalam ekonomi
pancasila karena setiap manusia memiliki tanggung jawab sosial dengan
memanfaatkan hasil bumi secara bijak.
Dalam Sistem Ekonomi Pancasila terdapat konsep
keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Padahal perkembangan ekonomi
konvensional hingga saat ini belum sampai pada tingkat keseimbangan tersebut.
Pasalnya, terdapat pertanyaan dalam perspektif konvensional (seperti
kapitalisme dan sosialisme) yang belum terjawab hingga saat ini.
Pertanyaannya adalah : "Bagaimana cara ekonomi
memuaskan kebutuhan yang tidak terbatas dengan sumber daya yang terbatas?”
Bagi Sistem Ekonomi konomi Pancasila , pertanyaan
tersebut dapat dijawab dengan memenuhi kebutuhan secukupnya dan berbagi dengan
sesama (melalui derma, sumbangan dan sedekah). Sedangkan bagi perusahaan juga
diwajibkan menunaikan Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility – CSR). Sebagai perwujudan Sistem Ekonomi
Pancasila dalam dunia bisnis yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan
yang berkelanjutan dengan memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan
bagi seluruh pemangku kepentingan. (az).