SKJENIUS.COM, Jakarta.-- Indonesia Is Unlikely to Escape
Recession! Indonesia sudah masuk di zona resesi. Di mana pertumbuhan
ekonomi negatif dua kuartal berturut-turut. Hal ini dikonfirmasi langsung
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia mengatakan ekonomi kuartal III-2020
akan berada di kisaran minus 1% hingga 2,9%. Sedangkan Ekonomi Indonesia di
kuartal II-2020 berada di minus 5,3%. Recession is Coming, Harga Pangan Jangan
Sampai Meroket!?
Sementara itu, pengamat Ekonomi Universitas
Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, melihat perkembangan hingga hari ini,
hampir pasti Indonesia akan memasuki resesi ekonomi jika pertumbuhan ekonomi
kuartal III kembali minus.
Menurut Fahmy, resesi akan berpengaruh pada
pasokan atau supply barang yang turun secara drastis, namun permintaan tetap. "Akibatnya
harga-harga jadi naik, yang memicu inflasi," kata dia saat
dihubungi Kompas.com, Kamis (3/9/2020).
Inflasi yang tidak terkendali, lanjut dia, akan
membuat daya beli masyarakat khususnya yang berpenghasilan tetap akan menurun. “Ujung-ujungnya
pertumbuhan eknomi akan semakin terpuruk," ujar Fahmy.
Penurunan pasokan
atau supply tersebut karena merosotnya produksi, sehingga dapat
mengakibatkan meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan. Pedagang pasar
tradisional merupakan salah satu kelompok usaha yang terdampak bila Indonesia
masuk ke jurang resesi pada kuartal III-2020.
Pasalnya, selama pandemi Covid-19 melanda Tanah
Air sejak Maret lalu, penjualan mereka sudah mengalami penurunan yang amat
dalam. Karena itulah, kita meminta kepada pemerintah untuk segera mengontrol
harga pangan agar tak terjadi kenaikan.
Namun demikian, resesi bukan berarti kiamat!
Terkadang dunia membutuhkan krisis: Beralih dari tantangan ke peluang. Saat
dunia sedang bergelut dengan resesi, kita kembali dihadapkan pada realitas
kontradiksi sosial yang tajam yang ada dalam masyarakat pasar. Masih kita
sering saksikan di televisi, banyak fenomena kesenjangan ekonomi dan sosial
yang memprihatinkan.
Selain segala permasalahan dalam negeri ini,
Indonesia juga memiliki masalah yang sangat berat yaitu utang luar negeri yang
jumlahnya kian hari kian meningkat karena suku bunga yang semakin bertambah. Bank Indonesia (BI)
mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada
Agustus 2020 ini meningkat. Tercatat, posisinya meningkat menjadi
413,4 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 6 .076,9 triliun (kurs Rp 14.700).
Alhamdulillah! Di
tengah resesi ini, kesadaran kolektif kita semakin peka melihat adanya sesuatu
yang salah (something wrong) dalam sistem perekonomian yang berkembang saat
ini. Namun demikian, tak bisa juga dipungkiri bahwa di tengah gelombang krisis,
tetap saja ada sebagian manusia masih tetap dungu dan angkuh diri. Sekalipun
mereka yang mengaku beriman, berakal pikiran, dan berilmu. Lebih-lebih mereka
yang merasa berkuasa.
Sometimes
the world needs a crisis: A case for an alternative economic system.
Jadi, bagi mereka yang terbuka pintu hatinya di tengah Resesi Ekonomi ini,
semakin menyadari perlu Rekonstruksi Sistem Ekonomi Indonesia. Sekaranglah
saatnya kita kembali ke Jati Diri bangsa yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa dengan mengembangkan Sistem Ekonomi Spiritual Pancasila.
Spiritual
Response to the Recession
Tanpa menafikan perlunya uraian ilmiah tentang
berbagai penyebab resesi ekonomi (kebijakan
moneter, kebijakan perumahan, perkiraan risiko yang diremehkan di pasar
keuangan, dan kegagalan peraturan untuk mengidentifikasi risiko pinjaman
subprime), dan menyarankan tanggapan kebijakan (intervensi kebijakan untuk memulihkan harga aset terhadap
nilai-nilai jangka panjangnya, dikombinasikan dengan langkah-langkah untuk
mengatasi kelemahan desain jangka panjang dalam sistem regulasi), melaui
artikel ini, saya ingin merefleksikan tanggapan spiritual terhadap krisis.
Menurut saya, respon yang tepat untuk setiap
krisis, termasuk resesi ekonomi atau krisis keuangan, membutuhkan refleksi
internal dan do'a, dan tindakan eksternal yang didasarkan pada refleksi.
Pasalnya, kualitas keputusan yang kita buat
sebagai individu dan masyarakat akan bergantung pada kemampuan kita untuk belajar
dari penderitaan, kerendahan hati kita dalam memahami dan membentuk
dunia kita, kemampuan kita untuk tetap setia dan penuh harapan, dan komitmen
kita untuk bertindak sebagai saksi sejati dalam sejarah kemanusiaan.
Sebagaimana kita ketahui, resesi ekonomi yang
terjadi di Indonesia, sesungguhnya tidak berdiri sendiri. Pasalnya, Kontraksi
ekonomi terjadi dimana-mana di belahan dunia, bahkan menurut Bank Dunia
terparah sejak Perang Dunia II.
Karena itulah, resesi ekonomi dunia
semakit tak terhindari di sejumlah negara, termasuk di Indonesia. Bank
Dunia mencatat, aktivitas ekonomi di antara negara-negara maju menyusut drastis
hingga 7% di tahun 2020 dan IMF meramalkan ekonomi global di 2020 akan -4,9%.
Efek domino dari krisis ini pun menjalar ke
bidang lain. Pasar saham dunia terguncang. Krisis ekonomi globalpun diambang
pintu. Bahkan, Amerika Serikat sebagai Negara Kapitalis terbesar sudah
terperosok ke jurang resesi bersama sekutunya di Eropa dan setidaknya sudah
tercatat 44 negara Kapitalis lainnya yang terbenam di lumpur resesi ekonomi.
Ekonomi Kapitalisme, nampaknya tengah tenggelam
dalam kehancurannya. Kehancuran ekonomi kapitalisme tidak bisa dibendung lagi. Lonceng
kematian ini pun semakin kuat terdengar, dengan krisis keuangan yang
dialami oleh AS dan negara-negara Eropa saat ini.
Berdasarkan perhitungan para ahli ekonomi,
krisis ini akan terus membesar. Krisis ini juga sekaligus membuktikan bahwa
sistem kapitalisme sangat rapuh yang dikenal dengan The Bubble Economy .
Ekonomi kapitalisme bagaikan balon yang terus membesar namun sangat rapuh.
Berdasarkan pengamatan saya, Sebab-sebab
Kegoncangan Pasar Modal Menurut Hukum Islam, telah menunjukkan pangkal
kerapuhan dari sistem ekonomi kapitalis ini ada tiga : sistem perseroan
terbatas (PT), sistem perbankan ribawi, dan sistem uang kertas inkorvertibel (flat money).
Sistem diatas telah menumbuhsuburkan ekonomi
non riil yang nilai transaksinya jauh lebih besar dari ekonomi riil.
Terjadi pula kesenjangan dan penumpukan modal pada segelintir orang. Majalah “The Economist” dalam analisisnya
terhadap krisis menggarisbawahi pandangan bahwa : "penumpukan kekayaan dan
bencana adalah bagian dari sistem keuangan Barat”.
Sistem kapitalis dibangun atas dasar kerakusan.
Ideologi materialisme yang hanya mementingkan kekayaan telah membuat masyarakat
terutama pemilik modal besar menjadi rakus. Tidak pernah puas terhadap produksi
yang mereka hasilkan dan tidak pernah puas terhadap prilaku konsumtif mereka.
Karena itulah pentingnya Respons Spiritual Terhadap Resesi
Ekonomi ini (A Spiritual Response
to the Recession). Sehingga kita bisa memahami apa sesungguhnya Akar
Krisis Ekonomi Global dan Dampaknya Terhadap Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka
kajian dalam artikel ini, ingin menunjukkan bahwa krisis keuangan saat ini
merupakan bukti kegagalan kapitalisme yang tidak dapat disangkal, terutama
disebabkan oleh paradigma dan ide-ide dasarnya yang mengabaikan kemanusiaan
dan spiritualitas.
Orang sekuler terlalu percaya diri pada
rasio, iptek, dan sistem yang mereka bangun atas dasar humanisme belaka. Mereka
melupakan Allah dengan segala kemahakuasaan-Nya dan anugerah seluruh
ciptaan-Nya. Sunatullah hanya dipahami sebatas hukum alam. Agama dianggap
sumber ketertinggalan dan masalah sehingga menjadi agnotik. Sebagian bahkan
bangga menjadi anti-Tuhan atau ateis karena merasa diri otonom dengan otak dan
ilmunya tanpa perlu Allah dan agama.
Para penguasa dunia merasa digdaya dengan sistem politik, ekonomi, budaya, dan sistem kehidupan lainnya yang menjadi acuan. Baik yang berpangkal pada sosialisme maupun kapitalisme yang rakus dan arogan. Semua hal dikendalikan sepenuhnya dengan hitung-hitungan indrawi dan duniawi belaka. Mengeksploitasi sesama manusia, hewan, tumbuhan, dan alam menjadi tabiatnya tanpa rasa cukup dan mengabaikan kepentingan yang luhur.
Jutaan manusia termiskinkan dan alam pun
dieksploitasi tanpa batas sehingga terjadi kebakaran hutan, banjir, dan
kerusakan ekosistem yang masif.
Oleh karena itu, menata ulang sistem ekonomi
Indonesia adalah keniscayaan. Kita harus kembali ke Jati Diri Bangsa yang
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ruh spiritual sebagai pegangan
fundamental tidak hanya direalisasikan dalam pola hubungan vertikal dengan
Allah. Spiritualisme mesti dilaksanakan secara horisontal dengan sesama,
termasuk dalam berekonomi.
Indonesia saat ini masih dilanda kemerosotan
ekonomi dan merupakan momen penting untuk mengevaluasi kebijakan ekonomi
yang berorientasi kapitalisme serta mengawal kesesuaian sistem ekonomi yang
relevan dengan gaya hidup masyarakatnya.
Ekonomi
Spiritual Pancasila sebagai Mainstream Ekonomi RI
Dalam kuasa Allah, tidak ada satu kejadian di
alam semesta yang lepas dari qadrat-iradat-Nya. Semua berada dalam garis
sunatullah yang diciptakan-Nya. Allah berfirman, yang artinya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang
kecuali dengan izin Allah dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya
Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (at-Taghabun: 11).
Nabi Muhammad SAW mengingatkan musibah wabah (al-tha’un) sebagai peringatan penting bagi
manusia sekaligus perlu karantina diri dan sosial (HR al-Bukhārī).
Allah memiliki tujuan. Dia punya alasan
untuk membiarkan resesi ini datang ke Indonesia. Tidak diragukan lagi Dia
memiliki banyak tujuan, tetapi pasti satu diantara tujuan utama-Nya adalah
pertumbuhan rohani hamba-Nya. Jika kita melewatkan apa yang Dia ingin
ajarkan kepada kita, kita hanya akan menjadi sinis dan mulai meragukan kasih
dan perhatian-Nya.
Menurut saya satu diantara pelajaran penting
dari resesi ekonomi ini adalah, Dia ingin mengingatkan kita tentang beberapa
perilaku ekonomis yang diajarkan Islam harus diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat Muslim Indonesia. Usaha ekonomi dalam Islam bukan hanya
untuk kebutuhan setiap individu, tetapi juga memiliki fungsi sosial bagi
sesama, termasuk fungsi makro ikut andil menjaga stabilitas keuangan.
Melalui resesi ekonomi, sesungguhnya Allah
ingin membuka kesadaran kolektif kita akan kelemahan sistem ekonomi
konvensional (baca: kapitalis-sosialis). Keduanya sering dihadapkan pada
permasalahan pelik yang diakibatkan oleh krisis ekonomi.
Dari sinilah kita berpikir untuk mencari sebuah sisitem ekonomi alternatif yang lebih berkeadilan dan mensejahterakan rakyat. Mungkin tidak berlebihan jika pilihan terbaik untuk menggantikan sistem ekonomi konvensional adalah Ekonomi Spiritual Pancasila yang didasarkan pada prinsip spiritualitas dan Gotong Royong.
Ekonomi Spiritual adalah
sebuah sistem ekonomi yang berbasiskan spritualisme dari Agama
dan nilai-nilai Budaya, sehingga dari spiritual tersebut melahirkan
tata perekonomian yang juga melibatkan norma dan moral sekaligus,
dalam tataran pelaksanaan perekonomian bangsa dan negara.
Konsep ekonomi Spiritual piritual Pancasila
memang sangat khas dan sempurna. Di dalamnya terdapat sinergi nilai-nilai
spiritualisme dan materialisme. Berbeda dengan ekonomi konvensional yang
mengubur dalam-dalam nilai spiritualisme. Dan lebih mengherankan lagi ketika
tokoh sosialisme, Karl Marx menyebut agama sebagai penghalang bagi perkembangan
ekonomi.
Sistem ekonomi yang dibangun oleh manusia tentu
tidak akan pernah sempurna, apalagi sifat manusia yang memiliki
mental homo economicus. Maka tidak mengherankan jika banyak pengamat
ekonomi yang mengkritik keserakahan ekonomi konvensional yang selama ini tidak
mampu mewujudkan kesejahteraan bagi manusia. Bahkan tidak sedikit para pakar
ekonomi yang mengatakan bahwa sistem ekonomi kapitalis-sosialis telah lama mengalami
kegagalan.
Kesadaran para pakar ekonomi Barat akan
kegagalan sistem ekonomi kontemporer telah muncul sejak 1940-an. Joseph
Schumpeter dalam bukunya Capitalism, Socialism and
Democracy mengatakan bahwa teori ekonomi modern telah memasuki masa-masa
krisis.
Karenanya, untuk menyelamatkan diri dari resesi
ekonomi di tengah cengkraman sistem ekonomi modern diperlukan sebuah paradigma
baru dalam pembangunan ekonomi yang lebih berkeadilan. Sebuah sistem ekonomi
yang mampu memadukan antara spiritualisme dan materialisme.
Kehadiran ekonomi spiritual Pancasila kiranya
bisa memenuhi kedua dimensi tersebut. Inilah kekhasan ekonomi Pancasila yang
tidak pernah membuang pentingnya moralitas dalam aktivitas ekonomi.
Semoga kedepan Indonesia akan kembali berjaya,
menjadi salah satu bangsa yang disegani di dunia, dengan menjadikan ekonomis
spiritual sebagai mainstream perekonomiannya. Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin!
(az).