SKJENIUS.COM,
Jakarta-- PRIHATIN! Betapa
tidak, Bangsa Indonesia saat ini tengah mengalami situasi perekonomian yang
sangat sulit. Semua kalangan mengamini bahwa kondisi perekonomian nasional
sedang memburuk. Padahal dalam kondisi normal tanpa pandemi saja situasi perekonomian
sudah melambat. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi RI sepanjang 2019 mentok
di 5,02%, melambat dibanding tahun sebelumnya sebesar 5,17%. Semakin merosot
pada Kuartal IV 2019 Hanya Tumbuh 4,97%.
Parahnya! Memasuki tahun 2020, ekonomi Indonesia
anjlok pada Kuartal I 2020 ke Level 2,97 Persen. Kemudian Tersungkur pada
Kuartal II Minus 5,32%. Maka, Ancaman Resesi pun di Depan Mata. Sementara
itu, eskalasi pandemi terus meningkat. Sampai hari Selasa 13 Oktober
2020 mengalami penambahan sebanyak 3.906 kasus baru. Sehingga pada hari ini di
tanah air total positif Covid-19 mencapai 340.622 kasus. Padahal Hingga Akhir
September, Pemerintah Telah Cairkan Rp304,6 Triliun untuk Penanganan COVID-19.
Seiring
dengan itu, di level mikro, situasi suram juga terus terjadi. Gelombang
pemutusan hubungan kerja (PHK) terus terjadi. Kondisi lebih parah tentunya
dialami kalangan buruh. Kelompok menengah bawah ini sudah terlebih dulu
terjerambab dalam kelompok miskin baru. Dari dunia usaha, jeritan akan kebutuhan cash juga
terdengar. Kemungkinan kas yang mereka miliki hanya bisa bertahan hingga akhir
tahun ini.
Karuan
saja, dari masyarakat miskin hingga kelas menengah, pelaku usaha kecil dan
besar, semua berharap pada uang dari kantong pemerintah. Wajar, sebab di tengah
krisis hanya pemerintahlah yang memiliki infrastruktur guna mengelola sumber
daya yang ada demi memenuhi kebutuhan yang ada.
Kondisi
masyarakat semakin galau sejak Omnibus Law Undang-Undang Cipta
Kerja atau UU Cipta Kerja disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020. Gelombang unjuk rasa pun mewarnai keputusan legislator Senayan yang
mengesahkan undang-undang sapujagat itu setelah diketok palu. Berbagai
pihak mulai dari buruh, pemerintah daerah, pers, dan lainnya mengkritisi draf
RUU Cipta Kerja (tadinya bernama RUU Cipta Lapangan Kerja, tapi
karena disingkat "CILAKA" menjadi negatif maka
diganti). Sejumlah poin pasal perubahan yang diusulkan pemerintah mulai menuai
bantahan, keluhan, hingga keberatan.
Respons
publik yang sangat keras menyoroti sejumlah pasal dalam Omnibus law,
diiringi gelombang demonstrasi besar-besaran berbagai Provinsi dalam sepekan
ini menunjukkan adanya kontroversi dari sejumlah pasal dalam Omnibus
Law tersebut. Ada beberapa poin yang disorot sejauh ini, misal
masalah dampak lingkungan, insentif pertambangan, pesangon buruh, hak-hak
buruh, investasi asing, peraturan daerah yang tidak ramah investor, aturan
pers, aturan produk halal, prosedur pembatalan peraturan, dan lain-lain.
Pemerintah dalam menggiring wacana Omnibus law ini, sejak awal usai pelantikan Presiden-Wapres tahun lalu, terasa memilih mengarahkan kepada hal-hal yang besar: pertumbuhan ekonomi, perpajakan, industri, investor asing, peraturan daerah, tenaga kerja, kualitas, produksi, sektor manufaktur, dan lainnya. Sementara itu hak buruh dan pelestarian lingkungan dinilai terabaikan.
Di
sinilah kritik utama dilayangkan rakyat, buruh, mahasiswa dan para akademisi
kepada pemerintah. Untuk kepentingan siapa sejatinya Omnibus law ini?
Benarkah seluruhnya untuk kepentingan rakyat atau pekerja? Atau ada porsi untuk
kepentingan rakyat dan ada porsi untuk kepentingan kelompok atau segelintir
orang. Ini yang justru kita wanti-wanti tidak terwujud nanti di DPR. Kita
tegaskan sekarang, investasi itu perlu, tapi kesejahteraan buruh dan pelestarian
lingkungan hidup itu lebih penting! Maka, Omnibus Law harus untuk
kepentingan meningkatkan Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Rakyat Kecil.
Kita Butuh Pemimpin yang Cerdas dan
Punya Hati Nurani
Tak
bisa dipungkiri, sampai hari ini kondisi Indonesia masih jauh panggang
dari api, kesejahteraan rakyat belum tercapai meski memiliki kekayaan alam yang
melimpah ruah, maka perlu segera diadakan Rekonstruksi Nusantara.
Kita
perlu Menata Ulang, memulihkan, mengembalikan, serta memajukan fungsi pemerintahan
Indonesia kepada cita-cita Proklamasi 1945, yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa, keadilan
social bagi seluruh rakyat Indoensia dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Untuk
itulah, rakyat Indonesia membutuhkan
sosok pemimpin yang cerdas, peka, dan memiliki hati
nurani yang memihak pada rakyat, khususnya rakyat kecil dan miskin. Untuk
memperbaiki keadaan yang porak poranda ini yang kita butuhkan adalah pemimpin
yang cerdas dalam segala hal, bisa peka terhadap masalah-masalah yang muncul,
cepat tanggap, sigap, jujur dan memiliki hati nurani.
Pemimpin
yang dibutuhkan rakyat Indonesia di tengah jepitan pandemi dan ancaman resesi
adalah pemimpin yang bisa memilah-milah antara mana itu yang menjadi hak dan
kewajibannya sebagai pemimpin, serta mengerti tentang kebutuhan rakyatnya,
terutama rakyat kecil.
Seiring
dengan itu, pada situasi dalam kemelut ekonomi saat ini, yang
dibutuhkan oleh bangsa Indonesia adalah pemimpin memiliki skill crisis leadership,
apalagi di tengah situasi penuh ketidakpastian seperti yang terjadi pada
beberapa waktu terakhir ini. Pasalnya, dalam kondisi krisis, pemimpin
diharap dapat mampu mengurangi ketidakpastian, memberi laporan tentang apa yang
sedang terjadi, mengapa hal itu terjadi dan apa yang harus dilakukan.
Sehingga
dengan kemampuan dan kekuasaan yang diberikan padanya Sang Pemimpin bisa
membenahi masalah-masalah yang masih membelenggu bangsa ini, terutama
bagi rakyat kecil dan miskin yang bukan hanya dipusingkan oleh masalah ekonomi
saja, tetapi juga masalah sosial lainnya.
Sebagaimana
kita ketahui dan rasakan bersama, selain masalah ekonomi yang paling utama yang
harus segera dibenahi juga tentang hak-hak rakyat yang kalau dilihat saat ini
semakin terabaikan, seperti seringnya terjadi penggusuran pada rumah-rumah yang
ditempati rakyat miskin hingga penggusuran pada pedagang kecil dengan alasan
menempati di lokasi yang salah. Demikian juga dengan hak-hak buruh, petani dan
nelayan.
Jika hal tersebut di atas tak segera dibenahi tentu saja nasib rakyat kecil semakin sulit dan suram. Maka ketimpangan sosial pun semakin melebar. Dengan melihat keadaan di masyarakat yang tidak menentu seperti ini, tentu saja akan membuat rakyat kecil dan miskin semakin tersingkirkan dan tidak berdaya.
Padahal,
menurut data BPS, jumlah penduduk miskin sampai Maret 2020 sebesar 26,42 juta
orang, meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019 dan meningkat 1,28
juta orang terhadap Maret 2019. Sedangkan tingkat ketimpangan pengeluaran
penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,381.
Angka ini meningkat 0,001 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio
September 2019 yang sebesar 0,380.
Menjemput Sang Ratu Adil : Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu
Menjadi
Pemimpin Umat di Negara sehebat Indonesia memang tidak Mudah. Indonesia adalah
Negara besar yang mempunyai 17.491 pulau, mulai dari Sumatera hingga Papua,
seluas 5.180.053 km persegi. Penduduknya saat ini berjumlah 265 juta orang dari
beragam etnis bangsa yang menganut berbagai agama dan kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Letaknya yang strategis, terbentang di antara dua benua, diapit
oleh dua samudera dengan kekayaan alamnya yang melimpah di darat dan di lautan
tentu saja menjadi incaran Negara-negara lain.
Oleh karena itu, seorang calon Pemimpin Umat masa depan setidaknya harus menguasai tiga hal utama, yaitu:
- Memahami, Menghayati dan Mengamalkan Spiritual Islam Transformatif,
- Sadar Budaya dan Memahami serta Menguasai Sejarah Nusantara,
- Cerdas Intelektual dan Mumpuni dalam Sains Islam Modern.
Karena
itulah, pentingnya seorang Pemimpin Umat di Bumi Nusantara ini melakukan Perjalanan
Spiritual Napak Tilas Sejarah Kejayaan Nusantara. Pada saat kita
menelusuri Sejarah Nusantara, berarti kita sedang Menapaki Jejak Para
Tokoh Spiritual Nusantara. Bila Kita tekun menelisik, mempelajari dan melakoni
ajaran dan laku spiritual Beliau-beliau itu, Insya Allah, kita
mampu Menyingkap Tabir Rahasia Kekuatan Spiritual Nenek Moyang kita.
Dalam
perjalanan menapak tilas para tokoh spiritual Nusantara, maka kita akan
berjumpa dengan istilah Satrio Piningit dalam berbagai
literatur kuno, cerita rakyat (folklore) maupun kisah-kisah penuh hikmah dari
para Guru Mursyid kita. Satrio Piningit merupakan sosok pemimpin yang merangkum
tiga karakter kepemimpinan.
Pertama, Satria
Bayangkara yaitu sosok pemimpin yang bersikap adil, berjiwa pemaaf
terhadap lawan-lawan politiknya dan mengayomi. Kedua, Satria Panandhita merupakan
sosok pemimpin yang religius, jujur, adil, tegas, dan pengemban amanah
kemaslahatan umat. Ketiga, Satria Raja adalah sosok
negarawan yang mengabdi demi rakyat, bukan abdi negara demi kekuasaan yang
korup.
Satrio
Piningit atau dikenal juga sebagai Ratu Adil adalah calon pemimpin yang dipercaya akan membawa
negeri ini dari zaman edan kepada zaman pencerahan. Karena itulah, untuk
menyelesaikan permasalahan bangsa dan mengembalikan kejayaan Nusantara, kita
harus memiliki pemimpin yang “Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu."
Ketua Dewan Syura Majelis Dakwah Al-Hikmah, Kyai Ageng Khalifatullah Malikaz Zaman menegaskan untuk kebangkitan Indonesia yang sesungguhnya, diperlukan seorang pemimpin yang sekaligus sebagai aktor perubahan (actor of change) yang ksatria, menguasai peta masalah, jantan tegas, professional, cakap manajemen. Sebagai Actor of Change dia harus mampu membaca tanda-tanda zaman dan memahami ke arah mana perubahan masyarakat sedang bergerak.
" Dia adalah Satrio yang pinandhito: memiliki kapasitas spiritual, aura, awu, wibawa, berani
menindas dunia di dalam dirinya, ringan menepis nafsu keduniaan. Bahkan
sinisihan wahyu: setiap langkah dan perilakunya relevan dan terbimbing oleh “al-yad al-khair”, tangan bajiknya Allah
SWT," pungkas
Kyai Ageng.
Jadi, Satrio
Pinandito Sinisihan Wahyu adalah tokoh pemimpin yang amat sangat religius
sampai-sampai digambarkan bagaikan seorang resi begawan (Pinandhito) dan akan
senantiasa bertindak atas dasar hukum / petunjuk Tuhan Yang Maha Esa (Sinisihan
Wahyu), dengan selalu bersandar hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka
bangsa ini akan mencapai zaman keemasan yang sejati.
Semoga
Allah berkenan mempertemukan kita dengan tokoh Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu untuk
memimpin Indonesia ke depan, yaitu pemimpin yang bersifat atau berkarakter pinandhita (kiyai/ulama) dan sinisihan wahyu (mendapat Ilham,
rahmat, kurnia dari Allah).
Mari
Kita Berdo'a: "Allahumma laa tusallith 'alainaa bidzunubinaa man laa yakhafuka
fiinaa wa laa yarhamunaa."
"Yaa
Allah dikarenakan dosa-dosa kami, janganlah Engkau kuasakan (beri pemimpin)
orang-orang yang tidak takut kepada-Mu atas kami dan tidak pula bersikap rahmah
kepada kami."
Aamiin Yaa Rabbal 'Alamin! (az)