SKJENIUS.COM,— Selama ini, banyak pemimpin dunia, politisi, filsuf dan ahli ekonomi telah bertungkus lumus dalam berusaha untuk membawa perubahan pada sistem yang dibangun di atas gagasan untuk mempromosikan kepentingan pribadi dan individualisme para pemilik (kapitalis) tanpa dipikirkan untuk menciptakan kemakmuran bagi seluruh umat manusia. Celakanya, hari ini, Negara Super Power Amerika Serikat dan berbagai negara kapitalis sekutunya yang disebut sebagai negara maju, mulai dari Inggeris hingga Singapura bersama 45 negara lainnya, justru masuk ke Jurang Resesi.
Sementara itu, Pemerintahan Jokowi pun berambisi memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan target Ekonomi Meroket 7%. Sehingga pembangunan infrastruktur pun digenjot di berbagai daerah. Sementara itu, BUMN Waskita Karya pun jor-joran bangun jalan tol, bandara hingga LRT. Sekalipun, mahalnya biaya yang dibutuhkan itu kerap memunculkan polemik. Sebab, seringkali dana yang digunakan berasal dari utangpemerintah atau BUMN.
Jokowi berharap pembangunan infrastruktur dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah. Sebab, dia mengatakan, pembangunan jalan tol yang terintegrasi dengan pelabuhan, kawasan industri, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan kawasan wisata juga akan berdampak positif pada daerah-daerah sekitarnya.
Namun sayangnya, Perekonomian Indonesia di lima tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, gagal meroket, bahkan jauh dari janji yang diiming-imingkan pada masa kampanye Pilpres 2014. Alih-alih mencapai pertumbuhan 7 persen, ekonomi Indonesia justru mentok di kisaran 5 persen.
Tahun 2019 lalu, di akhir periode pertama pemerintahan Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru mengalami perlambatan dan hanya bertumbuh sebesar 5,02 persen. Di samping meleset dari target APBN 2019, yang dipatok sebesar 5,2 persen, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun lalu juga merupakan yang terburuk dalam kurun empat tahun terakhir.
Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2020 akan terkontraksi lebih dalam, pada kisaran -2,9 persen hingga -1,0 persen. Jadi, dapat dipastikan Indonesia akan memasuki fase resesi ekonomi. Setelah sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomiIndonesia kuartal II (Q2) 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen year on year (yoy).
Sebagaimana sudah kita pernah alami dan ketahui bersama dalam resesi ekonomi, krisis kesehatan dan bencana lainnya ini, baik alam maupun tidak, yang paling menderita adalah rakyat kecil yang tidak memiliki sarana material untuk melindungi diri dari penyakit dan bencana. Jadi, baik di tingkat global maupun nasional, resesi ekonomi sangat menakutkan rakyat kecil. Pasalnya, resesi akan berujung pada Badai PHK. Sehingga pengangguran bertambah, daya beli masyarakat pun merosot. Akibatnya, jumlah orang miskin pun meningkat.
Pertanyaan yang ada di benak saya adalah, apakah kita membutuhkan bencana seperti ini yang telah melumpuhkan seluruh dunia, dan menyebabkan Indonesia terperosok ke jurang resesi untuk menyadarkan kita bahwa selama ini ada yang salah dalam Sistem Perekonomian kita. Sebagaimana disebutkan oleh Sandiaga Uno, “Pandemi Covid-19 Ini Jadi Pengingat Ekonomi Kita yang Terlalu Kapitalis yang pertumbuhannya dari dulu terus naik dan naik. Namun diakibatkan pandemik, pertumbuhannya malah tidak berkelanjutan!”
Pembangunan Harus Untungkan Rakyat Kecil
Pembangunan Nasional merupakan salah satu instrumen penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itu, pembangunan nasional harus sejalan dan memerhatikan peningkatan kualitas hidup masyarakat, sehingga tercipta masyarakat Indonesia yang sejahtera sesuai dengan prinsip Ekonomi Pancasila. Jadi, kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat
Oleh karena itu, muncul pertanyaan selanjutnya dalam pikiran sehat kita, “Sesungguhnya pembangunan infrastruktur dan jalan tol itu untuk kepentingan siapa?”
Dosen Sosiologi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Daerah Istimewa Yogyakarta AB Widyatama menilai pembangunan tol oleh Kabinet Presiden Joko Widodo, terlebih di masa pandemi Covid-19 bukan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Negara seharusnya terlebih dahulu memenuhi kebutuhan pangan, kesehatan, dan pendidikan.
Hal ini disampaikan Widyatama yang menjadi narasumber dalam webminar "Kepentingan Ekonomi Politik Dibalik Pembangunan Jalan Tol Indonesia" yang diselenggarakan LBH Yogyakarta, Rabu (15/7).
Ya..Pembangunan nasional. seharusnya tidak hanya berupa pembangunan fisik, tetapi juga kebijakan-kebijakan strategis. Sehingga masyarakat harus menjadi bagian dan tujuan dari pembangunan untuk mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, dan bahagia.
Bagaimanapun, sistem ekonomi yang cenderung kapitalis akan kehilangan nilai-nilai moral. Ini karena Sekulerisme Kapitalis telah memisahkan moralitas dan kemanusiaan dari sistem ekonomi dan aktivitas ekonomi kita. Hal ini menyebabkan sistem ekonomi ambruk pada tahun 1998, yang menyebabkan krisis keuangan, namun sayangnya sistem ini terus mengabaikan penderitaan masyarakat miskin.
Apakah kita lupa bahwa alam semesta ini, bumi Nusantara ini telah diciptakan oleh Satu Pencipta. Kita semua adalah penghuninya, jadi mengapa kita tidak bertindak sebagai tetangga atau anggota keluarga?
Mengapa kita tidak dapat menciptakan sistem ekonomi sedemikian rupa sehingga semua Warga Negara Indonesia akan hidup dalam kesejahteraan dan kebahagiaan penuh kedamaian. Toto Tentrem Kerto Raharjo. Gemah Ripah Loh Jinawi. Baldhatun Thayyibah wa Rabbun Ghafur!
Spiritual solutions needed for economic problems
Harapan saya, selama masa sosial distancing ini, sehingga kita lebih banyak stay at home dapatlah kita jadikan momen Refleksi Diri. Marilah kita jadikan krisis dan bencana untuk menginspirasi kita menemukan cara yang lebih baik dalam mengatur urusan kita - termasuk ekonomi.
Bukankah sejarah panjang Bumi Nusantara ini dari masa ke masa telah mencatat bagaimana berbagai tradisi spiritual dapat membantu manusia melepaskan diri dari jeratan dunia material dan bangkit dengan yang Ilahiyah.
Dengan kecerdasan, kebijaksanaan, dan pengalaman yang kita miliki, marilah kita gali kembali khazanah falsafah hidup bangsa Nusantara, kitab klasik warisan para Guru Sufi dan para pujangga Nusantara yang menawarkan kesaksian yang meyakinkan tentang kekuatan cinta, harmoni, dan pelayanan.
Ketika dihadapkan pada suatu masalah, baik itu kesehatan yang buruk, kekhawatiran keuangan, atau kesulitan hubungan, kita sering bergantung pada kecerdasan untuk menyelesaikannya. Namun, nenek moyang kita dan para Sufi, Guru Mursyid kita seperti Syaikh Inyiak Cubadak, Doktor Bagindo Muchtar, H. Nasir Adnin dan KH. Muhammad Zuhri menunjukkan kepada kita bahwa ada kekuatan spiritual yang luar biasa di ujung jari kita yang berisi solusi untuk masalah kita.
Para Guru Mursyid kita secara mendalam dan menggugah pikiran, namun penuh dengan nasihat pragmatis senantiasa mengingatkan, “Selalu Ada Solusi Spiritual untuk Setiap Masalah. Kita hanya perlu belajar cara mengaksesnya!” (az).