SKJENIUS.COM, Jakarta.- Mungkin, diantara kita banyak kecewa dengan kondisi negeri ini. Betapa tidak, negeri yang kaya raya dengan Sumber Daya Alam, namun 267 juta penduduknya hidup dalam kemiskinan. Letaknya yang strategis di antara 2 benua dan 2 samudera seharusnya Indonesia menjadi poros maritim dunia. Namun, justru kekayaan lautnya masih sering dijarah nelayan asing. Anehnya lagi, sejak 1946, Singapura menguasai sekitar 100 mil laut (1.825 kilometer) wilayah udara Indonesia yang melingkupi Kepulauan Riau, Tanjungpinang, Natuna. Sementara itu, kapal dagang dan cargo Cina, Amerika dan Negara Asing lainnya, seenaknya melewati Selat Malaka, Selat Sunda maupun Selat Flores.
Namun, tahukah anda jika sesungguhnya Indonesia itu adalah
negara yang hebat. Bahkan sampai sekarang. Mungkin kita tak menyadarinya. Atau
bahkan sudah tidak peduli lagi. Tapi percayalah, jika Indonesia masihlah punya
kekuatan. Bahkan ditakuti oleh negara lain di Seluruh dunia. Indonesia dengan
luas wilayah dan jumlah penduduk terbesar ke-empat di dunia sudah seharusnya
menjadi negara yang kuat, bahkan memimpin, minimal di kawasan Asia
Tenggara.
Akan tetapi, tentu saja tak bisa kit pungkiri bahwa saat
ini, Indonesia memang tak ada apa-apanya dengan negeri lain yang lebih maju dan
kuat. Dalam beberapa sektor, negara kita kalah jauh, bahkan dengan negara
tetangga seperti Singapura atau Malaysia. Bahkan, Indonesia yang sempat dikenal
sebagai Macan Asia itu, kini Posisi Tawar Indonesia di Mata Dunia Saat
sangat lemah.
Ketua Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu, KGPH Eko
Gunarto Putro, menyebut peran strategis Indonesia di kancah internasional
semakin berkurang. Dia menilai berkurangnya peran Indonesia dalam politik luar
negeri ini terjadi sejak masa pemerintahan Joko Widodo. "Posisi
[politik] strategis Indonesia di kancah internasional semakin berkurang
perannya. Memang era Joko Widodo peran Indonesia di forum-forum internasional
menjadi berkurang," kata Kangjeng Eko.
Padahal kata dia, dalam kebijakan politik luar negeri,
Indonesia justru menganut politik bebas-aktif. Bebas artinya berdiri sebagai
bangsa yang mandiri serta tidak memihak, dan aktif yakni menjalankan peranannya
dalam dinamika politik dunia.
Karena itulah, Pengamat Politik Indonesian Public Institute
(IPI) Jerry Massie mengingatkan agar diplomasi internasional perlu ditingkatkan
lagi mengingat diplomasi Indonesia masih lemah. "Saat ini diplomasi kita biasa saja dan agak lemah ketimbang saat
eranya Menlu Mochtar Kusumaatmaja. Hal ini perlu ditingkatkan lagi terutama
border (perbatasan), maritim sampai politik," kata Jerry.
Perlu Gagasan Cerdas dan Ide Orisinal Dalam Politik Luar
Negeri
Sebelum Jokowi berkuasa, Indonesia dikenal sebagai negara
yang sangat aktif di kancah internasional. Hal itu sesuai dengan amanat dalam
Pembukaan UUD 45 bahwa tujuan Indonesia
merdeka selain melindungi segenap tanah tumpah darah Indonesia, juga ikut
melaksanakan ketertiban dunia.
Amanat ini dijalankan dengan sangat baik oleh para kepala negara sejak Indonesia merdeka. Presiden pertama Bung Karno di tengah berbagai keterbatasan negara Indonesia, dikenal sebagai figur yang sangat berpengaruh di dunia.
Sayangnya sejak pemerintahan Jokowi, peran Indonesia di
dunia internasional semakin lemah. Bahkan dalam skala regional Asean peran
Indonesia sebagai big brother juga mulai melemah, digantikan Singapura dan
Malaysia. Sejauh ini tidak ada gagasan cerdas, ide original dan dobrakan
bermakna dalam menyikapi sejumlah isu internasional.
Membangun Kemandirian
Bangsa
Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu berpandangan,
sesungguhnya Prahara Covid-19 dapat dijadikan Momentum untuk membangkitkan
kembali Kekuatan Indonesia di Dunia Internasional. Untuk itu, Indonesia perlu
membangun kemandirian bangsa dalam menghadapi situasi selama dan
pasca-Covid-19.
Pasalnya, negara-negara dunia tengah mengurangi
ketergantungan kepada satu sama lain dalam menghadapi krisis akibat pandemi
Covid-19. Melemahnya rule based order sebagai bagian dari new normal, akan
menyulut self help mechanism yang berbasis unilateralisme. Fenomena ini akan
makin terlihat dari upaya negara mengurangi ketergantungan dari negara lain.
Maka, membangun kemandirian adalah kunci bagi Indonesia ke
depan. Dalam momentum ini perlu kita tumbuhkan kembali spirit dan pesan yang
dilontarkan Bung Karno dengan istilah ‘Tri Sakti’, yakni berdaulat secara
politik, mandiri secara ekonomi, dan bermartabat secara budaya.
Pesan Bung Karno tersebut relevan untuk diaktualisasikan
sebagai spirit dalam mengisi kemerdekaan meski tentu perlu ada adaptasi dan
penyesuaian dalam penerapannya agar tidak kaku dan cenderung hitam putih. Untuk
itulah, pemerintah perlu membangun dari desa dan mengembangkan Kewiraswastaan
serta meningkatkan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Kemandirian juga bukanlah bertumpu aspek material saja,
melainkan juga aspek non material. Karena itu kamandirian
bisa menentukan marwah seseorang, institusi maupun bangsa. Untuk mewujudkan
kemandirian harus dimulai dengan self-confident dan optimis. Jika individu,
institusi atau bangsa tidak mandiri, maka hakekatnya individu, institusi atau
bangsa itu dalam posisi dikuasai atau “dijajah” pihak lain. (az).