SKJENIUS.COM, Jakarta.- Saudaraku. Di tengah Hiruk Pikuknya dunia yang kita hadapi. Di antara
kesibukan yang sambung-menyambung tiada henti. Sesungguhnya kita butuh sendiri
agar bisa bicara dengan Hati Nurani dan mendengar suara Allah dalam qalbu.
Di dalam keramaian belum tentu ada ketentraman, apalagi
kedamaian. Bahkan, kita sering merasa penat, otak terkadang pening, pikiran pun
sering kacau. Hati resah dan gelisah tiada menentu. Hidup kita jadi tak sehat
lahir batin. Saat itulah, kita kita perlu menepi sejenak. Kita butuh sendiri.
Kita perlu Menyepi dalam Sunyi.
Menjauh dari lahir yang serampang, menjauh dari batin
yang gersang. Agar bisa melihat diri sendiri. Agar kita bisa menambah energi
sendiri. Atau mencari inspirasi. Agar kita bisa memanggil kebaikan kita.
Mengembalikan ruang hakiki kemanusiaan kita.
Untuk itu, kita perlu menyendiri dalam sepi. Di
kesunyian bilik I'tikaf kita berdialog dengan diri. Menyelam ke dalam lubuk
jiwa. Berkelana di alam fikir. Menjumpai Diri kita yang Sejati. Merefleksi
fenomena zaman. Tafakkur dalam keheningan. Mendengarkan Petunjuk Ilahy.
Maka, kita perlu bersyukur pada Allah yang mengirim wabah corona untuk mengingatkan kita akan pentingnya Social Distancing, sehingga kita harus Stay at Home. Seiring dengan itu, kita pun berdo'a : “Semoga terhindar virus corona itu dan dapat mengtasi serta menyelesaikan segala dampak negatif yang ditimbulkannya”.
Namun demikian, kita harus menyadari
bahwa sesungguhnya Prahara Covid-19 ini membawa Pesan Spiritual dari Langit.
Pandemi adalah "Pepeling" atau Ayat-ayat Allah yang mengingatkan
manusia akan pentingnya menghindari kerumunan. Karena itu, marilah kita
tingkatkan Self Quarantine ini
menjadi Stay at Mosque. Berdiam di Masjid untuk I'tikaf, Menjemput Solusi ke Hadhirat-Nya.
Keseimbangan
Olah Rasa dan Olah Pikir Membuka Hijab
Sikap dan perilaku seperti inilah yang pernah
ditunjukkan oleh Rasulullah SAW sebelum beliau menerima wahyu yang pertama di
Gua Hira pada 17 Ramadhan. Demikian juga teladan yang diberikan Guru Mursyid
kita, Pendiri Pondok Pesantren Nurul Amal, Allahyarham KH Abdurrahman Siregar dalam upaya menyelesaikan masalah melalui
I'tikaf. Karena itulah, Beliau senantiasa mengingatkan akan pentingnya
meluangkan waktu untuk refleksi diri dalam kesunyian bilik I'tikaf. Bahkan, Beliau
menganjurkan setidaknya I’tikaf selama 3 (tiga) hari setiap 100 (seratus) hari.
Menurut, KH. Abdurrahman Siregar, Rasulullah SAW memilih untuk menyingkir dari hiruk piruk duniawi dan memilih jalan kontemplatif untuk merenung tentang berbagai fenomena alam dan kebobrokan sosial masyarakat jahiliyah pada saat itu. Dalam perenungan seperti itu, yang sering kali muncul adalah pertanyaan filosofis: apa, mengapa, dan bagaimana?
Nabi Muhammad SAW prihatin dan sedih bahwa masyarakat
Arab jahiliyah saat itu sedang berada dalam kebobrokan keyakinan dan disparitas
sosial yang tajam dalam memperlakukan sesama manusia. Pertanyaan-pertanyaan
itulah yang melatarbelakangi Muhammad SAW sering kali menyendiri, berkhalwat,
dan melakukan kontemplasi (merenung diri) untuk mencari jawaban hakiki atas
kondisi masyarakat Arab yang terjadi pada saat itu. Dalam perenungan yang
mendalam tersebut terkandung dua aktivitas utama, yakni zikir dan pikir.
Keseimbangan yang tepat antara olah rasa dan olah pikir
tersebut pada akhirnya akan membuka hijab antara hamba dengan Khalik-Nya.
Sehingga kita bisa menembus tirai kegelapan menuju Cahaya-Nya. "Dan tidak ada bagi seorang manusiapun
bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu
diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia
Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (Asy Syuura 51)
Jadi, sinergitas Zikir dan Pikir akan mengantarkan
manusia untuk Berpikir secara Holistik. Sehingga dapat mencapai
kebenaran mutlak tentang ke-Maha-Kuasa-an Allah
SWT dan kebenaran relatif tentang ilmu pengetahuan, tentang fenomena alam,
termasuk sosial, yang tengah dihadapi saat ini.
“Allah
menganugerahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan
As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi
hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab (orang-orang yang berakal
cerdas) yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS.
Al-Baqarah : 269).
Menurut Guru Mursyid kita, KH Abdurrahman Siregar, para sejarawan ilmu dan agama, filsuf,
teolog, ilmuwan Islam di masa lampau telah mampu menyinergikan berbagai aspek
hubungan antara Tasawuf Transformatif, Spiritualitas dan Ilmu
Pengetahuan. Sehingga mereka Berpikir Holistik. Beliau-beliau
itulah yang disebut Ulil Albab, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi Ulil Albab (orang-orang berakal cerdas
yang berpikir holistik)." (QS. 'Ali 'Imran : 190).
Allah menjelaskan kepada kita bahwa sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang Ulil Albab. Ulil Albab adalah orang-orang
berakal yang berpikir holistic itu memiliki tiga ciri yang
paling utama yaitu zikir dan pikir dan ukir (karya).
“(yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah (zikir)
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. 'Ali 'Imran :191).
Menjemput Solusi
ke Hadhirat-Nya
Jadi, apapun problema kehidupan yang kita hadapi.
Bagaimana pun sulitnya situasi ekonomi yang harus ditemukan jalan keluarnya. Sebesar
apapun hutang yang harus diselesaikan. Serta berbagai penyakit yang diderita
hari ini. Yakinlah bahwa solusi atas segala masalah itu, ada dalam genggaman
Allah. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Kun Fayakun, kalimat sakti Allah
atas kehendak-Nya. Kun Fayakun merupakan kalimat yang berbentuk perintah dan
larangan. Kalimat tersebut juga menunjukkan kedahsyatan kehendak Allah SWT. "Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia
menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Kun (jadilah)!" maka terjadilah
ia". (QS Yasin ayat 82).
Maka, marilah kita jemput Solusi ke Hadhirat-Nya. Dia
tak pernah berhenti mengurus hamba-Nya. Dia selalu memberi Petunjuk dan Solusi
terbaik bagi hamba-Nya. Bahkan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka.
Jadi, sekalipun di Bumi Nusantara ini sedang Lockdown, pintu Langit tetap
terbuka. Hadapkanlah jiwa raga kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. “Dan pada sebagian
malam hari, bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan
bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat
kamu ke tempat yang terpuji” (QS Al-Isra': 79).
Salat Tahajud
dilakukan di malam hari, sehingga cukup populer juga dengan nama lain
Qiyamullail yang berarti bangun di malam hari untuk mengerjakan ibadah
malam hari. Melaksanakan shalat tahajud di sepertiga malam adalah waktu yang
tepat untuk berdoa. Di tengah keheningan malam, membuat setiap muslim lebih
khusyu' dalam berdoa. Sehingga diyakini do'a akan mudah dikabulkan.
Rasulullah dalam sebuah hadits bersabda, "Di
malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim memanjatkan do'a
pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu
tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku
setiap malamnya." (HR. Muslim no. 757).
Melaksanakan shalat tahajud yang dilakukan secara
istiqamah juga dapat menjaga kesehatan jiwa dan raga serta membersihkan hati.
Sehingga hal ini dapat menghindarkan dan menyembuhkan kita dari segala macam
penyakit. Seiring dengan itu setiap muslim yang mengamalkan shalat tahajud,
maka drajatnya akan diangkat oleh
Allah SWT. (az).