SKJENIUS.COM, Cikarang.- Setelah setengah tahun didera masalah akibat wabah corona tentu sudah banyak hikmah yang kita dapat. Semua kehidupan kita telah terpengaruh dengan cara yang tidak dapat diprediksi oleh siapa pun. Kita diwajibkan oleh covid-19 untuk menghindari kerumunan (social distancing), menjaga jarak (physical distancing), diam di rumah (stay at home) serta menutup mulut dan hidung (cover your mouth and nose with a mask) dan berbagai protokol kesehatan lainnya. Sehingga kita tidak bisa lagi menjalani hidup kita di luar rumah sebebas sebelumnya.
Maka, kita pun memasuki Tatanan Dunia Baru dalam segala
aspek kehidupan. Secara pribadi, pandemi telah merugikan saya. Beberapa
bulan sebelum ini, kami dipaksa untuk melakukan Social Distrancing dan stay
at home dalam rangka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akibatnya, banyak pertemuan
bisnis dibatalkan, berbagai seminar dan pelatihan ditunda, demikian juga
aktifitas pengkajian dan majelis taklim mingguan dijadwalkan ulang. Tentu saja
kesemuanya itu mengganggu bisnis dan "Cash Flow" keuangan.
Mulai hari ini, saya akhirnya masuk ke rutinitas saya dengan
keseimbangan pendidikan, pekerjaan dan perawatan diri. Alhamdulillah
ditengah-tengah kesempitan dan berbagai kesulitan ekonomi itu, saya mulai
berkembang menjadi seorang manusia spiritualis. Selama diam di rumah, saya
berpeluang untuk lebih banyak berkontemplasi. Tafakkur menyelami makna
kehidupan yang sudah dilalui selama ini. Merenungkan, apa yang bisa saya
lakukan di tengah Prahara Covid-19 ini.
Sampai akhirnya, saya mendengar Suara-Nya yang menyatakan
bahwa bahwa ini bukan tentang apa yang Anda lakukan selama pandemi ini,
melainkan tentang apa yang Anda pilih untuk keluar dari pandemi ini. Ketika
itulah "terbuka hijab" semua sudah terang benderang. Saya
ingin melangkah keluar, bergerak di tengah masyarakat, bersama umat, bangkit
menerjang wabah corona ini. Berbekal perlengkapan senjata Ilahiyah, siap untuk
menjangkau para murid dan berbagi pekerjaan hebat dengan para klien serta
berkolaborasi dengan sesama pebisnis agar terus maju dan berkembang.
Dibutuhkan spiritualitas yang dalam, cinta,
niat luhur, solidaritas dan gotong royong dalam mengatasi wabah Covid-19 ini
dan segala dampak negatif yang ditimbulkannya. “Prahara Corona seharusnya tidak membuat kita lebih buruk." Secara
positif kita harus menyatakan : "Pandemi
Covid-19 harus membuat kita lebih baik." Artinya, wabah corona ini
telah meningkatkan Kesadaran Spiritual kita lebih baik dari sebelumnya.
Spiritualitas adalah sumber inspirasi dan kekuatan
yang membimbing kita di sepanjang jalan hidup untuk membuat keputusan terbaik
yang menguntungkan diri kita sendiri secara pribadi dan untuk melayani
saudara-saudari kita. Tanpanya, kita jatuh ke dalam materialisme dan
kehilangan semua harapan. Kita harus memupuk spiritualitas untuk
mendapatkan semua manfaatnya. Kita membutuhkan keheningan untuk menemukan
potensi penuhnya.
Untuk itulah, Kita harus memanfaatkan masa kesusahan akibat virus corona ini, sehingga dalam keheningan kita menemukan kekayaan rohani yang mendiami diri kita masing-masing dan berbagi pesan perdamaian. Kita tidak bisa menyerah pada depresi, kecemasan. Spiritualitas hidup berdampingan dengan materi pada awal penciptaan. Itu ada sebelum kita manusia.
Spritual Leadership,
Pemimpin Sejati di Era New Normal
Manusia Spiritualis adalah pemimpin di Era New Normal ini. Gay
Hendricks dan Kute Ludeman dalam bukunya The Corporate
Mystics berkesimpulan bahwa pemimpin-pemimpin perusahaan yang sukses di
abad 21 adalah mereka yang spiritualistik.
Siapakah orang yang spiritualistik itu? Apakah mereka yang
rajin menjalankan ibadah ritual semata?Jawabnya ternyata TIDAK. Ibadah ritual
tanpa dipahami maknanya, hakikatnya, hikmahnya, dan kesadaran hubungan dengan
Sang Maha tidak akan menjadikan seseorang menjadi spiritualis. Terlihat saleh,
namun pada hakikatnya belum saleh. Kata Guru Mursyid kita, Allahyarham Syaikh Inyiak Cubadak mengingatkan: "Ibadahnya baru kulit, belum sampai
pada daging atau inti sari."
Spiritualitas bukanlah segalanya tentang agama,
spiritualitas adalah tentang mengabsorbsi intisari dari hubungan kita secara
ruh dan jiwa dengan Yang Maha Suci, Ilahiyah, Sumber Kebenaran, atau Dia Yang
Maha Kuasa, yang kita percayai dan bagaimana cara kita mengaplikasikannya
secara universal kepada semua orang di sekitar kita.
Jadi, kepemimpinan spiritual atau kerennya disebut spiritual leadership adalah
kepemimpinan yang mengedepankan moralitas, kepekaan (sensitivitas),
keseimbangan jiwa, kekayaan bathin, dan etika dalam berinteraksi dengan orang lain.
(az).