SKJENIUS.COM, Jakarta.-- Pandemi virus corona (covid-19) memberi pukulan keras ke ekonomi domestik. Indonesia, awalnya sempat mengalami pertumbuhan ekonomi 2,97 persen pada kuartal I-2020. Namun, pada kuartal II-2020, pertumbuhan yang terjadi justru anjlok, minus 5,32 persen. Para pelaku ekonomi mulai merasa kesusahan mengatur arus kas (cash flow) karena pendapatan menurun drastis yang ujung-ujungnya membuat kesulitan membayarkan kewajiban (liabilities) alias utang dan terpaksa mem-PHK karyawan. Indonesia diambang resesi?
Namun demikian, krisis ekonomi bukanlah suatu hal
yang baru bagi Indonesia. Setidaknya sudah tiga kali Indonesia melewati periode
krisis ekonomi. Pertama krisis ekonomi tahun 1997-1998. Ketika itu pada kuartal
III-1998 ekonomi Indonesia anjlok dalam, terkontraksi 17,9 persen. Lalu kedua,
krisis ekonomi global pada tahun 2008. Serta ketiga, krisis ekonomi tahun 2013
akibat taper tantrum, yakni efek pengumuman kebijakan moneter Amerika Serikat
(AS) yang langsung memukul kurs negara berkembang, sebelum kebijakan tersebut
dilakukan.
Beberapa krisis yang terjadi selama ini telah membuka
kesadaran kolektif kita akan kelemahan sistem ekonomi konvensional
(baca: kapitalis-sosialis). Keduanya sering dihadapkan pada
permasalahan pelik yang diakibatkan oleh krisis ekonomi. Oleh karena itu, saya
menilai bahwa pandemi virus corona ini merupakan Lonceng Kematian bagi
system ekonomi sekuler kapitalis dan sosialis komunis.
Pasalnya, Wabah Virus Corona Telah Menguak Bobroknya Sistem
Kapitalisme dan Sosialisme yang berbasiskan Riba itu.
Maka, marilah kita jadikan Prahara Covid-19 ini sebagai Momentum untuk menerapkan sebuah sistem
ekonomi alternatif yang lebih berkeadilan dan mensejahterakan rakyat.
Sekaranglah saatnya kita keluar dari Cengkeraman Kapitalis dan melepaskan
banhsa dari jeratan utang Cina Komunis. Menurut saya, tidak berlebihan jika
pilihan terbaik untuk menggantikan sistem ekonomi konvensional adalah ekonomi
yang didasarkan pada Pancasila yang berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut saya, ada Tujuh
Kekuatan Sistem Ekonomi Pancasila dibandingkan dengan sistem konvensional.
Sehingga Ekonomi Pancasila dapat dijadikan sebagai Mainstream Ekonomi RI dalam
membangun peradaban ekonomi yang lebih maju.
Pertama : Nilai-nilai Spiritual Dalam Pancasila. Sebagai bangsa
yang berbudaya Nusantara dan Religius, kita jangan sekali-kali melupakan
sejarah dan harus memahami kembali warisan nilai-nilai luhur kebatinan
(spiritualitas) asli nenek moyang bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Yakni
jiwa luhur dan budi pakerti luhur, yang sudah terkristalisasi menjadi
Pancasila. Kemajuan Indonesia harus berakar kuat pada ideologi Pancasila dan
budaya spiritual bangsa.
Dalam konsep ekonomi Pancasila, kebutuhan yang ada tidak hanya bertumpu pada kebutuhan materialistik, melainkan juga pemenuhan terhadap nilai-nilai ruhaniah. Sebagai tersirat dalam lagu Kebangsaan kita, "Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya untuk Indonesia Raya." Selain itu, kebutuhan yang diinginkan manusia harus sesuai dengan aturan budaya dan tidak boleh bertentangan dengan Nilai-nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Sebagai Spiritual Business Consultant, Guru Mursyid kita, Allahyarham Doktor Bagindo Muchtar dan Syaikh Inyiak Cubadak senantiasa mengingatkan dan sangat menekankan pentingnya sinergitas antara spiritualime dan materialisme. "Pelbagai kegiatan ekonomi khususnya transaksi harus berdasarkan keseimbangan dari kedua nilai tersebut," kata Beliau.
Kedua : Spirit Ibadah Menjadi Landasan Bisnis. Sebagai Bangsa
yang berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Ibadah diyakini sebagai satu
sumber kebahagiaan dan kesejahteraan. Spirit Ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa
menjadi landasan perekonomian yang sangat kokoh. Karena, setiap aktivitas
mendapatkan keuntungan yang selalu berkait erat kepada Sang Pencipta (Creator).
Itulah sebabnya tatanan kerja yang terbangun menjadi lebih sakral dibanding
sekadar mendapatkan keuntungan finansial semata. Kekuatan inilah yang menjadi turbin penggerak semangat
berjuang para penganutnya (man). Karena, setiap langkah perjuangan
menjadikan catatan sejarah kehidupan yang abadi.
Ketiga : Menerapkan
Manajemen Ilahiyah Dalam Kegiatan Ekonomi. Kuatnya pengaruh materialisme
dan
hedonisme di era modernisasi ini, orientasi kerja manusia hanya untuk
mendapatkan keuntungan materialis. Norma dan nilai-nilai agama sering dilanggar
dalam aktivitas kerja.
Untuk mengantisipasi berkembangnya penyimpangan harus
dilakukan rekayasa manajemen organisasi yang mampu membimbing para personel
dalam aktivitasnya selalu ingat dan taat kepada Allah Swt. Manajemen Ilahiyah
sebagai satu produk rekayasa manajemen yang Revolusioner akan mampu
menanggulangi krisis moral spiritual para personel karena dalam aktivitas
Keempat : Adanya Rasa
Nasionalisme Yang Tinggi. Nasionalisme di era saat ini harus dapat mengisi
dan menjawab tantangan masa transisi dalam berbagai perubahan situasi yang
tentunya nilai-nilai baru tidak boleh mengguncangkan nasionalisme selama bangsa
Indonesia tetap memiliki sense of belonging atau rasa
memiliki negara Indonesia.
Perwujudan nasionalisme tidak harus dengan ‘anti-antian'
terhadap produk budaya asing dan aseng. Nasionalisme
adalah cita-cita yang sama dalam mewujudkan kepentingan nasional, termasuk
kedaulatan ekonomi. Setiap negara tentu selalu mengedepankan kepentingan
nasional, dan karena itu konsep nasionalisme ekonomi bisa ditemukan di negara
mana pun.
Slogan “Cintailah Produk Dalam Negeri” atau
panggilan untuk mengonsumsi produk-produk Indonesia serta Gerakan Belanja di Warung
Tetangga misalnya, adalah salah satu contohnya. Upaya mendorong
konsumsi produk nasional adalah wujud kepedulian kita terhadap hasil karya anak
bangsa.
Kelima : Pemberdayaan Entrepreneurship. Sesungguhnya DNA
Masyarakat Indonesia, pada dasarnya secara turun-temurun berjiwa wiraswasta.
Karena itu, berdasarkan pengalaman kami di Spiritual
Business Consultant, tidaklah sulit untuk membangkitkan kembali jiwa
Kewiraswastaan (Entrepreneurship) di
tengah masyarakat.
Namun demikian untuk bisa menjadi entrepreneur yang sukses memang bukan perkara mudah. Terkadang memakan waktu yang cukup panjang, tenaga dan biaya yang banyak. Karena itulah, pemerintah pusat dan daerah harus dapat mendorong tumbuhnya entrepreneur melalui kebijakan mikro, pendidikan dan pelatihan serta penanaman budaya wiraswastawa.
Kebijakan mikro yaitu melalui pemberian bantuan kepada usaha
perorangan. Misalnya, jika ada pengusaha yang kekurangan modal maka pemerintah
bisa membantu dengan memberi kredit yang telah disubsidi. Diharapkan dengan
subsidi tersebut pengusaha kecil akan mempunyai margin yang cukup besar untuk
pengembangan usaha lebih lanjut.
Keenam : Profesionalisme Dalam Dunia Kerja. Nenek Moyang kita
menekankan pada pentingnya sikap profesional dalam pekerjaan. Sebab, sikap ini
menjauhkan dari sifat malas, tidak mau berusaha dan hanya menerima tanpa ada
usaha untuk menuju ke arah yang lebih baik.
Orang yang tidak kompeten dalam menjalankan suatu bidang atau pekerjaan tertentu hanya akan memperburuk keadaan. Seorang yang profesional juga akan selalu bersikap cermat dalam setiap perbuatan yang dilakukan, karena ia percaya bahwa hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Profesional adalah Melayani. Seseorang yang profesional tidak bekerja untuk kepuasan diri sendiri saja tanpa peduli pada sekitarnya. Sebaliknya, kepuasannya muncul karena konstituen, pelanggan, atau pemakai jasa profesionalnya telah terpuaskan lebih dahulu via interaksi kerja.
Ketujuh : Gotong Royong Kunci Keberhasilan Program Ekonomi Rakyat.
Pancasila ketika dirumuskan dilandasi pemikiran mendasar pentingnya
kolektivisme, kebersamaan, dan kemanusiaan. Implementasi nilai gotong royong
dalam kehidupan bernegara tecermin dari upaya pemerintah mewujudkan amanah
konstitusi, yakni menyejahterakan seluruh warga negara melalui kebijakan yang
berpihak pada kepentingan bersama.
Sebab itu, kita senantiasa mengingatkan pemerintah agar
dalam pengambilan keputusan selalu melibatkan partisipasi warga negara yang setara,
mandiri dan adil, mengacu prinsip keadilan, dan gotong royong yang diderivasi
dari seluruh sila dalam Pancasila.
Yakinlah! Sistem
Ekonomi Pancasila yang dilaksanakan secara konsekuen akan menyelamatkan
Indonesia dari ancaman resesi. Semangat gotong royong yang didorong oleh keinginan
luhur dalam bimbingan Allah Yang Maha Kuasa, Insya Allah akan mendapat
solusi terbaik “Margi Rahayu” untuk semua masyarakat dalam sikap spiritual “Allah bersama kita”. (az).