SKJENIUS.COM, JAKARTA.-- Prihatin ! Menjelang Peringatan 75 Tahun Kemerdekaan RI, justru pertumbuhan
ekonomi Indonesia masuk masa-masa menyedihkan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada kuartal II-2020 tercatat negatif 5,32 persen. Hal ini membuyarkan
skenario pemerintah dalam menghadapi COVID-19. Setelah pada pada
kuartal I-2020 sudah anjlok di 2,97%. Sehingga menempatkan Indonesia di ambang
resesi?
Para ekonom menilai pemerintah perlu meninjau kembali
kebijakan-kebijakan pemulihan ekonomi, menjadi lebih mengarah langsung pada
peningkatan konsumsi masayarakat. Sehingga indikator konsumsi rumah tangga bisa
tergenjot. Kondisi darurat ini, membutuhkan respons dari pemerintah yang cepat
dan tepat. Baik di bidang kesehatan, maupun bidang ekonomi.
Mungkin itulah sebabnya mengapa ekonom senior Faisal
Basri mengkritik sikap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena
dinilai lebih mementingkan penanganan ekonomi ketimbang pandemi Covid-19.
Padahal, menurutnya, ekonomi juga dapat terselamatkan jika pemerintah telah memitigasi
penyebaran pandemi.
"Jangan anggap
remeh, ekonomi sangat bergantung pada penanganan covid. Jadi jangan
dibalik-balik, ekonomi dulu baru covid belakangan. Save a life itu save economy," tandasnya dalam sesi
diskusi publik online, Jumat (10/7).
Kritik tajam Faisal Basri dan para ekonom di atas mengisyaratkan
Pemerintah Perlu Merombak Kebijakan
Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi. Virus dari Cina ini telah memicu
Krisis Multidimensi, dari persoalan biologis (baca: kesehatan) menjadi
persoalan ekonomis, dan telah bertransformasi menjadi persoalan politis. Maka,
diperlukan penanganan holistik, yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Pasalnya, berbagai pilihan yang diambil untuk menanggulangi Covid-19 akan
menentukan masa depan Indonesia.
Karena itulah berbagai upaya untuk menghadapi virus ini tidak
akan berhasil, kecuali jika kita mendekatinya secara menyeluruh. Jadi, kita
semua harus menyadari perlunya mengatasi pandemi secara holistik hingga ke
seluruh sistem, yang ditunjang kolaborasi dan kerja sama yang sinergis
atau teamwork antara pemerintah, Ulama, ahli spiritual, entitas
bisnis, dan seluruh elemen masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kita harus menyadari
sepenuhnya bahwa Pandemi Covid-19,
sesungguhnya merupakan ayat-ayat Yang Maha Kuasa di alam semesta ini.
Pikiran manusia bisa salah dalam membacanya jika hanya memakai cara analitik
reduksionistik. Oleh sebab itu, diperlukan paradigma (cara berpikir) baru di
dalam pemecahan masalah-masalah yang ada di tengah Prahara Covid-19 ini.
Dengan demikian, pandemik ini, telah memicu otak kita semua
untuk berpikir holistik (Holistic Thinking) dalam mengatasi prahara belum bisa
dipastikan kapan berakhirnya ini. Karena itulah saya mengajak seluruh elemen
bangsa agar meninggalkan kebiasaan melihat suatu peristiwa hanya pada dua
dimensi yang berbeda secara terkotak kotak.
Dalam menghadapi Virus Corona dan segala dampaknya kita
memerlukan kemampuan intuisi efektif. Maka, kita perlu mengembangkan cara berfikir holistik. Kita harus memadukan
element yang bersifat empirik dengan yang non empirik, yang fisik
dengan yang metafisik. “Allah merahmati orang yang berpikir di awal
perencanaannya; apabila rencananya itu karena Allah, ia lanjutkan; dan apabila
karena selainnya, ia tinggalkan” (Hasan Al Bashri).
Yuk…Kita Menempuh
Jalan Sunyi
Namun demikian, bagi kita yang mewarisi Budaya Spiritual Nusantara
dan telah menerima bimbingan Kearifan Tasawuf Transformatif dari
Guru Mursyid kita, Allahyarham Syaikh Inyiak Cubadak, Doktor Bagindo Muchtar,
H. Permana Sasrarogawa, KH. Abdurrahman Siregar dan KH. Muhammad Zuhri,
sesungguhnya istilah Berpikir Holistik ini bukanlah hal yang baru. Bahkan,
sesungguhnya Berpikir Holistik ini adalah DNA kita. Pasalnya, para Guru Mursyid
kita, senantiasa mengingatkan agar kita berpikir holistik ketika ingin
memecahkan suatu masalah. Setiap Problem yang dihadapi akan diurai dan
diselesaikan dengan memadukan Olah Rasa (ZIKIR), Olah Cipta (PIKIR)
dan Olah Karya (UKIR). Sehingga melahirkan SOLUSI yang terbaik untuk umat dan
negara.
Para Guru Mursyid kita, mengajarkan, sebelum terjun ke
masyarakat untuk membela kaum tertindas, hendaklah mengutamakan mencari
pencerahan atau semacam “channel” yang dapat menerangi lubuk
hati. Beliau membimbing kita untuk menepi sejenak agar bisa menempuh jalan
sunyi. Sehingga mampu mendengar Suara-Nya saat menyepi. Dalam Sunyi saat berserah diri, kita diajak untuk mohon petunjuk pada
Yang Maha Menyelesaikan Masalah.
Oleh karena itu, sesungguhnya wabah coronavirus ini telah "memaksa"
kita menepi sejenak. Stay at Home, melaksanakan Self
Quarantine. Sehingga kita mempunyai waktu untuk refleksi diri, tafakkur
dan Zikir, menyambung kembali "channel" yang selama ini
terputus dengan-Nya. Semoga Allah memberi petunjuk dan solusi kepada kita semua
agar bisa mengatasi wabah coronavirus ini dan segala dampak negatif yang
ditimbulkannya.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, saya mengajak, para
pembaca untuk sehenak menempuh jalan sunyi. Yuk…Kita I’tikaf di Masjid terdekat, semoga Allah memberi Solusi
atas berbagai problem yang kita hadapi di tengah prahara corona ini : “Dan
apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka
carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya
Rabb-mu akan melimpahkan sebagian
rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan
sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” (QS. al-Kahf :16).
Ulul Albab :
Memadukan Zikir, Pikir dan Ukir
Mereka yang Berpikir Holistik inilah yang disebut dalam
Al-Qur'an sebagai Ulul Albab. Penelusuran terhadap terjemahan bahasa Inggris
menemukan arti yang lebih beragam. Ulul albab memiliki beberapa arti, yang
dikaitkan pikiran (mind), rasa (heart), daya pikir (intellect),
tilikan (insight), pemahaman (understanding), kebijaksanaan (wisdom).
Pembacaan atas beragam tafsir ayat-ayat yang mengandung kata ‘ulul albab’ menghasikan sebuah kesimpulan besar: ulul albab menghiasi waktunya dengan dua aktivitas utama, yaitu berpikir dan berzikir. Kedua aktivitas ini berjalan seiring sejalan. Karena itu, disebut juga cara berfikir kaffah (terpadu).
"Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi Ulul
Albab (orang yang berakal cerdas). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk
atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Rabb kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini
sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka." (QS.
'Ali 'Imran : 190-192).
Perkembangan global yang carut marut dihantam Covid-19
dewasa ini menuntut seseorang, pemikir, cendekiawan, ilmuwan dan Pemimpin
Negara untuk dapat mengkaji permasalahan-permasalahan secara luas atau dari
sudut pandang yang berbeda-beda. Kenyataan yang sering ditemui adalah pikiran
manusia hanya terfokus atau terspesialisasi pada bidang-bidang kehidupan atau
keilmuwan tertentu. Karena itulah perlu disadari; manusia hidup pada suatu sistem
besar yang saling terkoneksi satu dengan lainnya.
Apabila, manusia tetap mengkhususkan diri dengan pemikirannya yang sempit, maka tidak tertutup kemungkinan dia akan menjadi seseorang yang fanatik, tidak berkembang. Sebuah fenomena yang terjadi di dunia harus disikapi dari kaca mata yang berbeda karena adanya suatu jalinan yang saling kait-mengkait. Dengan demikian cara berpikir secara holistik dibutuhkan untuk mananggapi dan memecahkan suatu masalah demi mewujudkan suatu sistem kehidupan manusia yang seimbang secara batiniah dan rohani. Jadi, Berpikir Holistik, Menyinergikan Zikir, Pikir dan Ukir adalah Cara Strategis dalam mengatasi wabah corona. (az).