SKJENIUS.COM, JAKARTA.-- Waspadalah! Pandemi COVID-19 telah menjatuhkan perekonomian banyak
negara, bahkan beberapa negara maju telah masuk ke
jurang resesi karena pertumbuhan ekonominya minus dua kali
berturut-turut. Menyusul Korea Selatan, Singapura dan sejumlah negara besar
eropa jatuh ke jurang resesi, akhirnya Amerika Serikat (AS) ikut terjerembab ke
dasar resesi ekonomi.
Sementara itu, Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Anjlok ke
Rekor Titik Terendah: Minus 8,22 Persen pada kuartal II/2020 jika dibandingkan
dengan tahun lalu. Padahal, 70% perputaran uang di Indonesia berada di
DKI Jakarta. Apakah ini pertanda Indonesia akan terperosok ke jurang resesi?
Wallahua'lam!
Karuan saja Carut Marutnya perekonomian global ini,
membuat pusing para kepala negara di berbagai belahan bumi. Bahkan, Presiden
Jokowi pun mencurahkan isi hatinya. Kepala Negara mengatakan, tantangan ekonomi
yang berat seolah datang tanpa henti. Setelah pusing akibat perang dagang
Amerika Serikat (AS) vs China, kini dunia mesti berhadap dengan tantangan baru
yaitu penyebaran virus corona.
"Tantangan yang
kita hadapi betul-betul sangat tidak mudah. Dulu berpikir menyelesaikan
satu saja sudah pusing, urusan perang dagang. Perang dagang belum bisa
diselesaikan, sekarang muncul virus corona yang itu menambah sulitnya ekonomi
dunia," kata Jokowi.
Tentu saja, pemerintah telah mengeluarkan berbagai
kebijakan mengenai kesehatan dan ekonomi untuk mengantisipasi
persebaran virus Corona (Covid-19). Jokowi) mengumumkan sejumlah
keputusan penting. Mulai dari pembebasan listrik untuk kalangan 450 VA,
membebaskan PPh Impor, hingga menaikkan anggaran untuk sejumlah bantuan
langsung. Untuk melakukan itu semua, negara menyiapkan anggaran hingga Rp. 405,1
triliun.
Sayangnya,
Realisasi angka pertumbuhan ekonomi sebesar 2,97% di kuartal I-2020 membuyarkan
skenario pemerintah dalam menghadapi COVID-19. Dalam skenario berat, pemerintah
menghitung ekonomi nasional di angka 4,5-4,9% di kuartal I-2020 dan 2,3% di
akhir tahun ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masuk
masa-masa menyedihkan lantaran terus-terusan dihantam Corona. Virus yang belum
ada vaksinnya ini berdampak besar terhadap perputaran bisnis di tanah air,
sehingga mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan angka kemiskinan
nasional.
Namun demikian dibalik dampaknya yang membuat banyak
kepala negara memdapat kecaman dari rakyat yang dilanda kecemasan itu,
sesungguhnya Prahara Corona telah mengingatkan kita semua betapa rapuhnya kehidupan
yang berlandaskan materialisme dan rasio semata. Oleh sebab itu, diperlukan
paradigma baru di dalam pemecahan masalah-masalah yang ada di tengah Prahara
Covid-19 ini.
Dengan demikian, virus corona mau tidak mau telah
memicu otak kita semua untuk berpikir holistik (Holistic Thinking) dalam
mengatasi prahara coronavirus ini. Cara pandang atau cara berfikir holistik
adalah upaya untuk memahami sesuatu secara utuh-menyeluruh-tidak terpecah
belah-tidak parsialistik,tidak terkotak kotak kedalam pandangan yang
partikularistik,dan itu ibarat upaya merangkai potongan potongan puzzle untuk
menemukan rahasia gambar yang utuh-menyeluruh.
Pandemi
Covid-19, sesungguhnya merupakan ayat-ayat Yang Maha Kuasa di alam semesta ini.
Pikiran manusia bisa salah dalam membacanya jika hanya memakai cara analitik
reduksionistik. Demikian juga cara berfikir empirik yang
sebenarnya lebih merupakan cara berfikir partikularistik-upaya untuk mencari
bagan yang merupakan bagian dari keseluruhan atau ibarat upaya menemukan
potongan potongan puzzle.
Karena itulah berbagai upaya untuk menghadapi virus
ini tidak akan berhasil, kecuali jika kita mendekatinya secara menyeluruh.
Jadi, kita semua harus menyadari perlunya mengatasi pandemi secara holistik
hingga ke seluruh sistem, yang ditunjang kolaborasi dan kerja sama yang
sinergis atau teamwork antara pemerintah, Ulama, ahli spiritual,
entitas bisnis, dan seluruh elemen masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, saya mengajak
seluruh elemen bangsa agar meninggalkan kebiasaan melihat semua obyek yang ada
hanya pada dua dimensi yang berbeda secara terkotak kotak. Dalam menghadapi Virus
Corona dan segala dampaknya kita memerlukan kemampuan intuisi efektif. Sehingga
kita bisa melihat melihat celah untuk memberikan stimulasi terkait dampak
sosial ekonomi Covid-19. Maka, kita
perlu mengembangkan cara berfikir holistik. Kita harus memadukan element yang
bersifat empirik dengan yang non empirik, yang fisik dengan yang metafisik.
Sebetulnya, bagi kita yang mewarisi Budaya Luhur
Nusantara dan Spiritual, sesungguhnya Berpikir Holistik ini bukanlah hal yang
baru. Bahkan, berpikir positif adalah DNA kita. Pasalnya, Nenek Moyang kita, di masa lampau
senantiasa berpikir holistik ketika ingin memecahkan suatu masalah. Setiap
Problem yang dihadapi akan diurai dan diselesaikan dengan memadukan Olah Rasa,
Olah Cipta dan Olah Karsa. Sehingga melahirkan Karya yang Luar Biasa.
Nenek Moyang kita, sebelum terjun membenahi keadaan masyarakat,
selalu mengutamakan mencari pencerahan atau semacam “channel”
yang dapat menerangi lubuk hati. Beliau pergi menepi sejenak untuk menempuh
jalan sunyi agar bisa mendengar Suara-Nya saat menyendiri.
“Dan
apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka
carilah tempat berlindung ke dalam giĆ itu, niscaya Rabb-mu akan melimpahkan sebagian
rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan
kamu.” (QS. al-Kahf :16).
Oleh
karena itu, kita seharusnya bersyukur dengan datangnya wabah corona yang
menyuruh kita melakukan Social Distancing. Maka, mau tidak mau kita harus diam
di rumah melaksanakan Self Quarantine.
Inilah wujud Cinta Allah dengan menegur dan "memaksa" hamba-Nya untuk Berdiam
Diri. Bukankah selama ini, sebagian besar dari kita sudah bergaya
kebarat-baratan. Banyak orang yang hidupnya sudah terlanjur sekuler, sehingga
tidak tahu lagi cara mereka menyambung channel kepada-Nya. Namun dengan
adanya pandemi corona, mau tidak mau kita pun harus lebih banyak berdiam diri. Maka,
dalam
Sunyi saat berserah diri, kita dapat memohon petunjuk pada Yang Maha Memberi
Solusi.
“(Ingatlah)
tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka
berdoa, ‘Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan
sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)’” (QS.
al-Kahf :10).
Jadi, Berpikir Holistik adalah Cara Strategis dalam
mengatasi wabah coronavirus ini dan Memulihkan Perekonomian Indonesia.
Pasalnya, selama ini di Indonesia, bahaya pandemi masih dianggap sebagai hal
yang parsial, dengan beban antisipasi menumpuk pada sebagian orang saja.
Pemerintah menekankan tanggung jawab kepada masyarakat, sedangkan masyarakat
berlaku sebaliknya. Pun di dalam kubu masing-masing; satu kelompok warga
menyalahkan kelompok warga lainnya; instansi pemerintah lintas sektor
pun membuat kebijakan yang tumpang-tindih.
Semoga ke depan, kita semua mempunyai cara pandang
holistik yang berprinsip bahwa mengenal keseluruhan sebagai suatu kesatuan
lebih utama daripada hanya sekedar memahami bagian bagiannya(karena semua
bagian dibuat untuk keseluruhan)-upaya untuk memahami sesuatu secara
menyeluruh-orientasi pada keseluruhan.
Karena itulah, orang yang berpikir holistik selalu memadukan potensi metafisik dan daya pikir untuk membaca Ayat-ayat Allah yang disampaikan melalui Prahara Corona. Dengan demikian kemampuan berfikir holistik (kaffah) dan solutif menjadi kunci keberhasilan bangsa ini dalam menghadapi wabah coronavirus yang belum diketahui kapan berakhirnya ini. (az).