SKJENIUS.COM, JAKARTA.-- Pandemi Covid-19 dengan segala dampak negatifnya telah membuat gundah
gulana para pemimpin negara di berbagai belahan bumi. Virus dari Cina itu telah
menyita waktu, energi dan pikiran mereka siang malam untuk mengatasi wabah
virus corona yang belum ada vaksinnya ini. Sementara itu, korban yang
terinfeksi virus corona terus bertambah. Update Virus Corona Dunia 6 Agustus:
18,9 Juta Orang Positif Covid-19, 709.872 orang meninggal dunia.
Karuan saja banyak pemimpin dunia yang mendapat kritik tajam
dari berbagai pihak, dari dalam maupun luar negeri. Presiden Donald Trump telah
dikecam karena dinilai telah membahayakan ribuan nyawa Amerika melalui
tanggapan yang lamban di dalam negeri terhadap COVID-19. Namun,
kegagalannya dalam kepemimpinan global sama-sama mencolok. Alih-alih menyatukan
negara-negara lain dalam upaya kolektif, ia meningkatkan naluri “Amerika
Pertama”-nya, seolah-olah pendekatan yang murni nasional
dapat mengalahkan pandemi global.
Sementara itu, Ekonom Senior Faisal Basri mengkritik
sikap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang lebih mementingkan
penanganan ekonomi ketimbang pandemi Covid-19. Padahal, menurutnya, ekonomi
juga dapat terselamatkan jika pemerintah telah memitigasi penyebaran pandemi.
"Jangan anggap
remeh, ekonomi sangat bergantung pada penanganan covid. Jadi jangan
dibalik-balik, ekonomi dulu baru covid belakangan. Save a life itu save economy," tandasnya dalam sesi
diskusi publik online, Jumat (10/7).
Namun demikian dibalik dampaknya yang mengerikan serta
membuat banyak kepala negara pusing kepala dan memdapat kecaman dari rakyat
yang dilanda kecemasan itu, sesungguhnya Prahara Corona telah mengingatkan kita semua
betapa rapuhnya kehidupan yang berlandaskan materialisme dan rasio semata.
Pasalnya, pandemik ini telah melumpuhkan berbagai teori ilmu pengetahuan modern.
Oleh sebab itu, diperlukan paradigma baru di dalam pemecahan
masalah-masalah yang ada di tengah Prahara Covid-19 ini.
Mungkin itulah, sebabnya mengapa kepala Dewan Peneliti
Uni Eropa atau ERC Mauro Ferrari memutuskan mengundurkan diri setelah beberapa
bulan memegang posisi itu. Ferrari berpandangan lembaganya dan kepemimpinan Uni
Eropa gagal mengadopsi pendekatan ilmu pengetahuan yang kuat dalam menghadapi
COVID-19 atau virus corona.
Maka, sesungguhnya virus corona telah memicu otak kita semua
untuk berpikir holistik (Holistic Thinking) dalam mengatasi
prahara coronavirus ini. Pasalnya, Darurat Kesehatan harus diatasi bersamaan
dengan Krisis Ekonomi. Pemikiran holistik memungkinkan pemahaman "pola
perubahan" yang penting untuk penyelesaian masalah yang dinamis.
Karena itulah diperlukan Pemecahan Masalah yang Holistik (Holistic Problem Solving).
Cara pandang atau cara berfikir holistik adalah upaya untuk
memahami sesuatu secara utuh-menyeluruh-tidak terpecah belah-tidak parsialistik,tidak
terkotak kotak kedalam pandangan yang partikularistik,dan itu ibarat upaya
merangkai potongan potongan puzzle untuk menemukan rahasia gambar yang
utuh-menyeluruh.
Pandemi Covid-19, sesungguhnya merupakan ayat-ayat Allah Yang Maha
Kuasa di alam semesta ini. Pikiran manusia bisa salah dalam membacanya jika
hanya memakai cara analitik reduksionistik. Demikian juga cara berfikir empirik
yang sebenarnya lebih merupakan cara berfikir partikularistik-upaya untuk
mencari bagan yang merupakan bagian dari keseluruhan atau ibarat upaya
menemukan potongan potongan puzzle
Karena itulah saya mengajak, kita semua untuk berpikir
dengan pengembangan pemahaman holistic
sistem kehidupan dalam mengatasi wabah coronavirus ini. Dalam berfikir
holistik, kita memadukan element yang bersifat empirik dengan yang non
empirik,yang fisik dengan yang metafisik. Sehingga kita harus meninggalkan
kebiasaan melihat semua obyek yang ada pada dua dimensi yang berbeda itu secara
terkotak kotak.
Bagi kita yang mewarisi Budaya Luhur Nusantara dan
Spiritual, sesungguhnya Berpikir Holistik ini bukanlah hal
yang baru. Berpikir Holistik adalah DNA kita orang Nusantara. Pasalnya,
Nenek Moyang kita, di masa lampau senantiasa berpikir holistik ketika ingin
memecahkan suatu masalah. Setiap Problem yang dihadapi akan diurai dan
diselesaikan dengan memadukan Olah Rasa,
Olah Cipta dan Olah Karsa. Sehingga melahirkan Karya yang Luar Biasa.
Mereka yang Berpikir Holistik inilah yang disebut dalam
Al-Qur'an sebagai Ulul Albab. Penelusuran terhadap terjemahan bahasa Inggris
menemukan arti yang lebih beragam. Ulul albab memiliki beberapa arti, yang
dikaitkan pikiran (mind), rasa (heart), daya pikir (intellect),
tilikan (insight), pemahaman (understanding), kebijaksanaan (wisdom).
Pembacaan atas beragam tafsir ayat-ayat yang mengandung kata
‘ulul
albab’ menghasikan sebuah kesimpulan besar: ulul albab menghiasi
waktunya dengan dua aktivitas utama,
yaitu berpikir dan berzikir. Kedua aktivitas ini berjalan
seiring sejalan. Karena itu, disebut juga cara berfikir kaffah (terpadu).
"Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka
memi-kirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Rabb kami,
tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindu-ngilah
kami dari azab neraka." (QS. 'Ali 'Imran : 190-192).
Holistisisme adalah sebuah filosofi cara pandang yang
berprinsip bahwa mengenal keseluruhan sebagai suatu kesatuan lebih utama
daripada hanya sekedar memahami bagian bagiannya(karena semua bagian dibuat
untuk keseluruhan)-upaya untuk memahami sesuatu secara menyeluruh-orientasi
pada keseluruhan. Karena itulah, orang yang berpikir holistik selalu memadukan
potensi zikir dan pikir untuk membaca Ayat-ayat Allah.
Dengan demikian kemampuan berfikir holistik (kaffah)
dan solutif menjadi kunci keberhasilan bangsa ini dalam menghadapi berbagai
tantangan, ancaman, dan gangguan baik yang bersifat internal maupun eksternal,
termasuk wabah coronavirus yang belum diketahui kapan berakhirnya ini. Dan yang
lebih penting lagi, inilah cara-cara strategis untuk memulihkan perekonomian
Indonesia yang sudah anjlok di 2,97% pada kuartal I-2020. Semoga Bisa Bangkit.
(az)