Apabila kita bangsa Indonesia sudah berkomitmen kuat untuk mewujudkan tatanan kehidupan politik nasional yang demokratis, sesuai dengan semangat Reformasi 1998, berarti bangsa Indonesia membutuhkan kehadiran partai politik. Dan karena bangsa Indonesia bersifat bhinneka, beragam, kehadiran banyak partai (sistem multi partai) merupakan keniscayaan bagi kehidupan politik yang sehat di negeri ini.
Tentang Partai Politik
Menurut Miriam Budiardjo, partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang terdiri dari anggota-anggota yang terikat pada satu ideologi, yang berjuang untuk merebut jabatan-jabatan politik dan pemerintahan untuk mewujudkan visi dan misi ideologi tersebut. Beberapa penjelasan tentang konsep-konsep pokok dalam definisi tersebut perlu ditambahkan. Pertama tentang ‘kelompok yang terorganisir’. Istilah ini merujuk pada pengertian bahwa partai politik merupakan organisasi modern dengan seperangkat aturan dasar yang dikenal dengan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang menjelaskan identitas khas partai tersebut beserta pengurusnya serta disahkan oleh otoritas yang berwenang (Kementerian Hukum dan HAM untuk Indonesia). Penjelasan ini dimaksudkan untuk membedakan partai politik dengan organisasi-organisasi lain yang, walaupun juga bersifat formal, tidak memiliki karakteristik seperti partai politik, seperti organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok-kelompok kepentingan lainnya.
Kedua, hal yang perlu dijelaskan tentang partai politik adalah keanggotaannya yang bersifat homogen secara ideologis. Ini amat penting! Kita menyaksikan bahwa partai politik bisa memiliki anggota yang amat banyak, sampai berjuta orang. Tapi anggota yang banyak ini harus terikat hanya pada satu ideologi politik saja, yaitu nilai-nilai yang mendasari perjuangan politik berhadapan dengan partai-partai politik lain yang juga memiliki ideologinya sendiri. Keterikatan pada satu ideologi ini akan menjaga partai tetap solid dan terhindar dari konflik internal. Sebaliknya, banyak anggota partai tapi mengandung anutan ideologi yang berbeda, bahkan mungkin bertentangan, akan membuat partai menjadi lemah secara ideologis, dan sejatinya sedang mengalami proses pembusukan dari dalam. Adanya kecenderungan berpindah partai di kalangan politisi kita selama era reformasi ini – yang dikenal dengan politisi ‘kutu loncat’ – menunjukkan perkembangan yang tidak sehat dan bahkan bertentangan dengan hakikat partai itu sendiri.
Selanjutnya adalah frasa ‘merebut jabatan-jabatan politik dan pemerintahan’. Asumsi dasar semua partai politik adalah bahwa setiap partai memiliki ideologi yang diyakini terbaik untuk memajukan kehidupan bangsa. Dan peluang itu hanya ada apabila suatu partai politik memiliki kekuasaan. Dengan demikian, agar asumsi ini dapat dibuktikan, setiap partai politik harus berusaha – melalui pemilihan umum - merebut jabatan-jabatan politik dan pemerintahan di lembaga-lembaga eksekutif dan legislatif. Dalam konteks politik Indonesia sekarang berarti jabatan-jabatan Presiden/Wakil Presiden, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, anggota DPR RI, anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten/Kota. Ambisi partai untuk merebut jabatan-jabatan politik dan pemerintahan ini, melalui pencalonan anggota-anggotanya, harus melebihi pertimbangan praktis sekedar ‘cari aman’ dalam politik transaksional.
Kita Membutuhkan Partai Politik
Kita dalam pembicaraan awam sehari-hari kadang-kadang mendengar seseorang menggerutu dan lalu berkata agak keras agar partai-partai yang ada dibubarkan saja. Kekesalan orang tersebut dipicu oleh sikap dan perilaku para elite partai yang jauh dari yang diharapkannya, misalnya setelah membaca berita tentang pertikaian internal partai yang tidak berkesudahan atau berita beruntun tentang para politisi yang tertangkap tangan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Kekesalan si orang awam tersebut tentu dapat dipahami karena merasa haknya sebagai pemegang kedaulatan sudah dicederai. Yang tidak bisa diterima, si awam tersebut menimpakan kesalahan politisi-politisi individual pada partai politik sebagai institusi. Ini sekaligus menunjukkan masalah tersendiri dalam masyarakat politik kita.
Idealnya, kita membutuhkan partai politik dan para politisi yang baik, politisi berkarakter negarawan, agar kehidupan bersama sebagai satu bangsa tumbuh dan berkembang dengan sehat. Partai-partai politik yang sebagian diisi oleh politisi bobrok dapat dibayangkan dan itu menunjukkan tahap tertentu dalam perjalanan politik suatu bangsa. Sebaliknya, bisakah kita membayangkan ada banyak politisi tanpa satu pun partai politik? Apa yang akan terjadi dalam proses perebutan jabatan-jabatan politik dan pemerintahan tersebut? Kalo itu bisa kita bayangkan, yang akan terjadi adalah kekacauan! Yaitu perbedaan-perbedaan atau pertentangan-pertentangan antarkelompok dalam masyarakat yang diekspresikan secara tidak terorganisir. Dalam konteks ini C.A. Leeds (1975) berbicara tentang the pugnacious instinct of man, yaitu insting lahirian manusia untuk saling mengalahkan satu sama lain melalui usaha kompetitif. Dapat dikemukakan, partai politik merupakan temuan peradaban politik modern untuk menyalurkan insting manusia (politisi-politisi) untuk berkompetisi secara sehat, dalam hal ini melalui pemilihan umum.
Selanjutnya, C.A. Leeds melihat partai terkait pengorganisasian gagasan dan pendapat yang begitu banyak dan beragam dalam masyarakat. Sudah jelas, gagasan dan pandangan yang dikemukakan secara individual kepada pemerintah tidak dapat diharapkan akan mampu mempengaruhi kehidupan publik. Sebaliknya, melalui keanggotaan dalam partai politik, anggota-anggota masyarakat dapat mempengaruhi kehidupan publik secara keseluruhan. Terakhir adalah partai politik sebagai bridge organization, organisasi antara. Maksudnya, melalui anggota-anggotanya di lembaga legislatif sebagai wakil rakyat, partai politik menjalankan peran politiknya sebagai jembatan antaran kepentingan publik dan kepentingan pemerintah yang kadang-kadang saling bertentangan. Melalui peran antara oleh partai politik ini, pemerintah sekaligus menunjukkan akuntabilitasnya terhadap publik.
Terakhir, sebagai kesimpulan, partai politik adalah organisasi utama dalam kehidupan politik modern. Kita membutuhkan partai politik untuk mengorganisasikan dan menyalurkan secara sehat perbedaan dan bahkan pertentangan dalam masyarakat, yang membuat kehidupan politik modern menjadi beradab. Sebaliknya, tanpa partai politik, kehidupan politik hanya akan menjadi panggung kekacauan akibat kecenderungan naluriah politisi-politisi untuk saling mengalahkan, yang akhirnya berisiko mengorbankan kepentingan publik.
Oleh Zulfikri Suleman