Jakarta, SKJENIUS.COM.- Pandemi covid-19 membuat sektor ekonomi dan dunia usaha di Indonesia terpukul. Banyak pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) susah payah menghadapi bisnisnya yang terhambat. Pemerintah sendiri telah memprediksi corona akan membuat pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 minus hingga 3,8 persen.
Demikian disampaikan Penasehat Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu, Kyai Ageng Khalifatullah Malikaz Zaman dalam Rapat Kordinasi Rencana Deklarasi Partai Nusantara Bersatu di Pendopo Al-Hikmah, Cikarang, Jawa Barat. “Sementara itu, Pandemi Covid-19 rupanya tak menghentikan konflik di Laut Cina Selatan. Justru, makin memanas, imbuh Kyai Ageng.
Menurut Kyai Ageng Khalifatullah Malikaz Zaman, Eskalasi di Laut Cina Selatan Meningkat, Potensi Konflik Cukup Tinggi, Bukan Mustahil Akan Perang Cadangan minyak bumi dan gas alam, sumber daya perikanan yang melimpah, serta jalur pelayaran yang ramai membuat beberapa negara saling berebut wilayah ini.
“Cina mengaku sebagai pemilik hampir seluruh kawasan Laut Cina Selatan. Masalahnya, Vietnam, Brunei, Malaysia, dan Filipina juga mengklaim hal yang sama. Indonesia pun memiliki kawasan yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan, yakni di Kepulauan Natuna. Kabar terbaru menyebutkan India dan Filipina merapat ke AS di LCS dengan dalih untuk menjaga 'keseimbangan' di teritori tersebut. Bagaimana sikap Pemerintah Indonesia⁉️ Tanya Kyai Ageng.
Karuan saja hal tersebut di atas, kata Penasehat Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu itu, membuat ‘galau’ Pemerintahan Jokowi, Antara Resesi Ekonomi dan Nyawa karena Corona. Belum lagi ancaman perang laut Cina Selatan. “Indonesia Hadapi Dilema Maritim antara AS dan China. Presiden Joko Widodo memiliki hubungan baik dengan Beijing, tetapi membutuhkan bantuan AS untuk mencegah China dari perairan yang diperebutkan,” katanya.
Namun demikian, menurut Penasehat Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu itu, justru
dibalik ancaman covid-19, resesi dunia dan konflik laut Cina selatan itu, sesungguhnya Indonesia mempunyai peluang besar untuk menjadi Pusat Perdamaian Dunia. Pasalnya, berbekal Politik Luar Negeri Bebas Aktif, Indonesia dengan Kekuatan yang ada, Insya Allah dapat mengurai ‘benang kusut’ di Laut Cina Selatan.
“Indonesia diharapkan menjadi honest broker – penengah yang adil – dalam menyelesaikan sengketa antarnegara yang mengklaim wilayah Laut China Selatan, di tengah kontroversi terkait pendirian ASEAN dalam masalah yang telah lama berlangsung itu,” papar Kyai Ageng.
Untuk itu, pemerintah Indonesia harus aktif dalam memberikan solusi terkait sengketa antara Amerika dan Cina di laut tersebut. Kyai Ageng menjelaskan, pemerintah Indonesia harus mengingatkan kepada pihak-pihak yang berkonflik bahwa dalam setiap sengketa, maka yang menang jadi bara, yang kalah jadi abu.
“Karena itu, kita harus melobby Cina dan Amerika serta sekutunya untuk meninggalkan konfrontasi dan mengajak mereka untuk melakukan kolaborasi antar negara di laut Cina selatan,” katanya.
Kiyai Ageng memaparkan, dengan kekayaan Sumber Daya Alam, letak geografisnya yang strategis diantara dua Benua dan dua Samudera itu serta jumlah penduduknya 267,7 itu, sebenarnya Cina dan Amerika sangat membutuhkan Indonesia. Baik sebagai mitra bisnis, sumber bahan baku industri dan lalu lintas laut, juga sebagai pangsa pasar yang besar.
“Karena itulah dalam menyikapi situasi di Laut China Selatan ini, Indonesia sesuai prinsip bebas dan aktif mengambil jalan tengah sebagai penengah untuk melakukan dialog damai,” tandas Kyai Ageng.
Kyai Ageng Khalifatullah Malikaz Zaman menegaskan, Indonesia harus memainkan peranan tersebut dengan penuh percaya diri. Pasalnya, sejalan dengan pedoman tradisi kebijakan luar negeri “bebas aktif”, suatu doktrin yang memiliki tujuan ganda.
“Pertama, doktrin tersebut bertujuan menghindari ikut campur dalam kekuatan eksternal dan memperkuat kebebasan negara dalam strategi non-blok. Kedua, politik luar negeri bebas aktif juga menegaskan bahwa Indonesia tidaklah bersikap pasif, namun sebaliknya menetapkan peran aktif dalam hubungan Internasional,” ujar Kyai Ageng.
Prinsip yang sama juga berada dalam Agenda Politik Dewan Perancang Nusantara Bersatu untuk memperkuat ekuilibrium dinamis di Asia Tenggara, melalui upaya Indonesia untuk mencari sebanyak mungkin dukungan di meja perundingan serta menavigasi keseimbangan kekuatan di antara keseluruhan pihak.
“Agenda tersebut dirancang untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai penghubung diplomatis dan kekuatan penengah di kawasan tersebut,” pungkas Penasehat Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu itu. (az)