Cikarang, SKJENIUS.COM.- Saudaraku ❤️ Mungkin Anda tidak menyadari bahwa sebelum wabah virus corona merebak, hidup kita terbelenggu dengan jadwal rutinitas yang super sibuk. Kita sibuk menghidupi diri sendiri. Kita seakan dituntut bagaimana memperkaya diri. Hari-hari pun berlalu dengan bekerja keras hingga kelelahan. Manusia masuk dalam kehidupan abnormal, sejak pagi buta hingga dini hari, kita harus berlari tunggang langgang tanpa pangkal dan ujung.
Ya, selama ini, entah disadari atau tidak, Kita sebenarnya telah terpenjara dalam sebuah sistem masyarakat Kapitalis dan peradaban Materilistis yang menjadi tidak berperasaan sama sekali. Sistem Ekonomi Kapitalis yang terus memperbudak kita untuk bekerja dan mengonsumsi, yang hanya sibuk membuat kita berfungsi seperti robot pesuruh dan menjadikan kita tetap menyala seperti baterai.
Tak ubahnya ternak yang disuruh membajak dan digemukkan, lantas dimasukkan ke kandang ketika tenaganya diistirahatkan untuk dapat bekerja kembali guna menjamin kenyamanan kasta super kaya yang menyita sebagian kekayaan alam kita untuk kepentingan semu mereka.
Ya, kehidupan modern yang berada dalam cengkeraman kapitalis ini membuat kita terpenjara, meskipun tak ada borgol maupun jeruji yang nampak disekitaran mata. Orang menyebutnya seperti berada didalam lingkaran yang tak berujung, berangkat pagi, bekerja, pulang sore, makan, lelah, lalu tidur. Sehingga tidak tahu bagaimana caranya menikmati hidup. Tidak dapat lagi merasakan indahnya Cinta. Tidak tahu cara bersyukur kepada Yang Memberi Hidup.
Maka kita dapat membayangkan bencana yang dialami manusia modern yang terpenjara dalam narasi kerja, yang tak mempunyai kesempatan untuk memaknai narasi hidupnya dari awal hingga akhir –menjadi tuturan orang lain sebagai anggota masyarakat. Seluruh kesibukan dirinya tak lagi untuk menjadikan dirinya mencapai tindakan yang bermakna otentik melainkan untuk menjadi kotoran yang dibuang begitu saja.
Saat itu, kita sebenarnya telah diperbudak. Namun, pengejaran kita akan kesenangan duniawi menjebak kita untuk berpikir bahwa kita ini bebas. Dunia di mana kita hidup sebenarnya tak lebih dari sebuah penjara yang besar. Meskipun terlihat seakan kita bisa bebas memilih apa yang kita inginkan, kita tidak bisa melarikan diri dari tanggung jawab kita untuk belajar, bekerja dan terhadap keluarga kita. Begitu pula mereka yang tampaknya bebas dan bisa traveling ke mana saja.
Alhamdulillah 🙏 Allah mengirim surat Cinta-Nya, Menyapa kita dengan Pandemi Corona. Sekalipun nampaknya sebuah ancaman, namun pandemi dari Wuhan ini telah mengubah rutinitas kehidupan kita. Covid-19 bagaikan intervensi rehabilitasi yang merusak kecanduan normalitas. Mengganggu kebiasaan berarti membuatnya terlihat; itu untuk mengubahnya dari paksaan menjadi pilihan. Ketika krisis mereda, kita mungkin memiliki kesempatan untuk bertanya apakah kita ingin kembali normal, atau apakah ada sesuatu yang telah kita lihat selama jeda dalam rutinitas yang ingin kita bawa ke masa depan.
Maka, Pada titik tertentu, kebiasaan seumur hidup perlu berubah. Pada titik tertentu, dorongan akan diperlukan. Jika guncangan gangguan virus corona tidak cukup bagi kita untuk mengkalibrasi ulang semuanya, apa lagi yang mampu? Untuk itu, mari kita renungkan Petuah Buya Hamka yang mengingatkan kita tentang Makna Hidup dan Kerja, berikut ini;
Kalau hidup sekedar hidup
Babi di hutan juga hidup
Kalau kerja sekedar kerja
Kera juga bekerja
--Buya Hamka—
Teramat dalam arti sindiran yang dilontarkan almarhum buya Hamka di atas. Ulama karismatik, cendekiawan, sastrawan Indonesia asal minang tersebut ingin mendorong kita, bangsa Indonesia, menjadi manusia yang sesungguhnya. Manusia yang hidup bukan sekedar hidup. Yang kerja bukan sekedar bekerja. Kalau hanya hidup dan kerja sekedarnya saja, kita disindir, tak jauh beda dengan babi hutan atau kera.
Tentu, dalam pengertiannya, buya Hamka tidaklah ingin menyamakan manusia dengan binatang. Bagaimanapun, manusia adalah makhluk sempurna. Diciptakan pula dengan sebaik-baik bentuk.
Lalu, hidup dan kerja seperti apa yang semestinya kita jalani? Jawabannya: hidup yang menghidupkan. Losta Masta; Life, Liberty and Love. Bikin hidup lebih hidup. Nikmati Kemerdekaan. Hiduplah dalam Cinta-Nya. Trus Karyo Tataning Bhumi. Berkarya dengan performa terbaik. Do with all our best!
Pertanyaan kemudian adalah, seperti apa hidup yang menghidupkan itu? Hidup yang tidak hanya memikirkan diri sendiri (ego), tapi juga harus berfikir menghidupkan alam sekitarnya (geo). Hidup seperti inilah yang mendatangkan manfaat bagi lingkungannya (manusia dan alam sekitarnya).
Karena hidup yang mendatangkan banyak manfaat inilah yang mengantarkan seorang manusia ke kedudukan yang mulia dan terpuji. Khairukum man tanfa’u linnas; sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang banyak memberi manfaat buat ummat manusia. (az).